Frozen Heart [7]

Lee Ji eun / IU | Lee Jun Ki | Oh Sehun etc
Drama | Chapter
Part 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6
Bruuukk .. Jieun menghempaskan tubuhnya ke atas kasur sementara Jiyeon dan Seon Mi sudah tergeletak karena mabuk.
Pesta akhirnya berakhir pukul 12 malam. Jika saja tidak ada dosen disana, Jieun yakin pesta itu bisa sampai pagi. Ia memandang langit-langit, sedetik kemudian tersenyum kecil teringat percakapannya dengan Sehun. Jieun benar-benar blak-blakan akan membuka hatinya. Jieun pun tidak menyangka bisa mengucapkan kalimat seperti itu. Sebenarnya apa yang ia pikirkan hingga bisa berucap segampang itu. Entahlah, Jieun pun tak tahu pasti apa yang terjadi dengan dirinya. Yg pasti sekarang Jieun tahu kenapa Sehun menjadi playboy dan senang mempermainkan wanita. Benar kata namja itu, mereka memang senasib. Korban dari permasalahan yg tak bisa mereka terima. Mungkin hal itulah yang membuat Jieun berkata akan membuka hatinya pada namja itu.
•••
Junki hanya menatap nomor itu dilayar ponselnya. Berfikir ulang untuk menghubunginya atau tidak. Dan akankah sang pemilik nomor akan mengabaikannya lagi. Junki benar-benar tidak bisa seperti ini terus. Rasa penasaran kenapa gadis itu menjauh sudah di ubun-ubun.
Karena kesal sendiri, namja itu melempar ponselnya ke atas kasur lalu beranjak dari meja kerjanya yg berada diruangan yg sama dengan kamarnya. Namja itu keluar kamar lalu menuju dapur untuk sekedar mengambil air putih. Namun ia melihat seseorang memasuki ruang kerja Ayahnya. Junki tahu benar jika orang itu tangan kanan Ayahnya namun ia tak terlalu dekat dengannya. Perlahan Junki mendekati ruang kerja Ayahnya dan menguping pembicaraan didalam.
"Kurasa nona Ji Yoon menyelidiki anda tuan"
Ji yoon? Untuk apa Ji Yoon menyelidiki Aboeji?
"Ck.. Ku kira gadis itu hanya bisa hura-hura"
"Apa yang harus kita lakukan tuan?"
"Tentu saja mencegahnya, apa kau bodoh !?" tuan Jun Young tampak khawatir. Anak yg tak pernah ia duga bisa mengancamnya justru sekarang menyelidikinya diam-diam.
"Apa kita juga harus melenyapkannya?" Mata Junki melebar mendengar ucapan orang itu.
K kenapa ini? Sebenarnya ada apa? Kenapa harus melenyapkan Ji Yoon?
"Beri dia peringatan"
"Baik tuan" namja berseragam hitam itu membungkuk kecil sebelum keluar dari ruangan itu. Sementara Junki buru-buru menjauh dari pintu ruangan kerja Ayahnya dan menuju dapur. Berdiri di depan lemari pendingin namun hanya bediam diri tanpa berniat membukanya. Junki hanya sedang berfikir.
Apa ji yoon mengetahui sesuatu tentang Aboeji dan hal itu membuat Aboeji tak suka? Apakah karena itu Ji Yoon bersikap dingin padaku? Sebenarnya ada apa ini?
"Junki-ya"
"..." Junki tak sadar jika ayahnya juga berada didapur.
"Lee Junki" panggil Jun Young dengan sedikit menaikan nada bicara.
"O oh Aboeji.." namja itu terkejut saat suara Ayahnya menginterupsi.
"Sedang apa kau disana?"
"Oh? A aku akan mengambil minum Aboeji" ucap namja itu seraya membuka lemari pendingin dengan terburu lalu meraih sebotol air mineral.
"Haha kau ini aneh sekali" Junki hanya terdiam memandang wajah Ayahnya yang tertawa. Entah mengapa ia merasa takut. Ayahnya yang ia kenal begitu bersahaja, apakah benar itu wajah aslinya? Bagaimana jika Ayahnya adalah orang yg diluar perkiraan. Apakah junki siap menerimanya? Haruskah ia melanjutkan penyelidikannya dan menjawab rasa penasarannya? Selama ini ia hanya menuruti sang Ayah tanpa ada bantahan dan pertanyaan berlebih.
"Aboeji" lirih Junki.
"Oh?" namja itu terdiam sejenak seraya memandang sang Ayah. Tuan Jun Young pun merasakan hawa berbeda dari pandangan sang anak.
"Wae? Ada yang ingin kau katakan padaku?" Junki masih terdiam lalu-
"A ani" Jun Young tampak mengernyit.
"Kau ini aneh sekali hari ini"
"Haha mian Aboeji" tawa hambar itu hanya kamuflase Junki untuk menutupi rasa penasarannya. Sang Ayah berlalu setelah mengambil gula sachet rendah kalori untuk kopinya. Sementara Junki mulai membuka tutup botol mineral lalu menenggaknya.
•••
Hari pertama liburan kampus diisi dengan kegiatan bebas. Mahasiswa bisa melakukan apapun, sekedar berenang dikolam renang atau berjalan-jalan.
Tok tok tok
Waktu menunjukan pukul 8 pagi namun ketiga yeoja itu belum ada yg bangun satupun. Berbeda dengan kedua temannya, Jieun mulai bangun saat sebuah ketukan dipintu terus saja terdengar. sesekali menggerutu pelan seraya menggaruk kepalanya. Perlahan ia bangkit dan membuka pintu itu.
"Mwo?" 
"Kau baru bangun?" tanya orang yang mengetuk pintu yakni Chanyeol.
"Iya. Ada apa? Jiyeon juga belum bangun"
"Aku tidak mencari Jiyeon, aku hanya ingin memberimu ini" namja itu memberikan sesuatu kepada Jieun.
"Surat? Dari siapa?" tanya Jieun.
"Entahlah, ya sudah aku pergi ya"
"Y yaaakk tunggu dul- aish" Chanyeol pergi sebelum Jieun sempat merampungkan pertanyaannya. Gadis itu membolak-balikan surat ditangannya. Tiba-tiba suara ponselnya berdering sebelum ia membuka surat itu.
“Hallo"
“No nona”
“Jung Ahjumma wae?”dari suaranya, Jieun memiliki firasat buruk. lagi pula untuk apa pembantunya menelpon pagi-pagi begini. 
“No nona Ji Yoon kecelakaan”
“Mwo !? bagaimana bisa? Dirumah sakit mana dia sekarang?”
“Bibi juga baru mendapat kabar dari rumah sakit. Sekarang nona Ji Yoon dirumah sakit Myung Woo”
"A apa lukanya parah?"
"Bibi belum tahu, nona"
“Baiklah, aku akan segara pulang”
Jieun menutup ponselnya dan tergesa mengambil tasnya. Tak lupa ia menulis diatas secarik kertas alasan ia pulang, takut-takut Jiyeon dan Seon Mi khawatir. Setelah menulis pesan, Jieun keluar kamar dengan sedikit berlari. Bohong jika ia tak cemas pada kakaknya itu. kakak yang selalu mengabaikannya dan tak menganggapnya ada. Ia tak serius saat bilang sudah tak perduli lagi pada Ji Yoon. Mana mungkin ia tak perduli pada anggota keluarganya. Chanyeol yang berada di lobi hotel melihat Jieun begitu terburu-buru, namja itu bahkan memanggilnya namun Jieun tak menggubrisnya.
Ada apa dengan Jieun? Kenapa ia terburu-buru?
Apa karena surat dari Sehun itu ?  Chanyeol tersenyum-senyum sendiri tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Benar, surat yang ia berikan pada Jieun berasal dari Sehun. Entahlah apa isinya, namja itu tak tahu pasti. Yang pasti ia berfikir, mungkin ia bisa mendamaikan dua orang itu jika membantu memberikan surat itu.
______
Sesampainya dirumah sakit, Jieun langsung menuju kamar inap sang kakak setelah diberitahu lewat pesan oleh Jung ahjumma.
“Kakak” ucap Jieun saat membuka pintu kamar kakaknya dirawat. Memandang Ji Yoon yang masih belum sadar sementara kepalanya diperban dan kakinya di gips. Gadis itu terlihat terkejut saat melihat lebam dibeberapa tubuh sang kakak. Tentu saja, melihat dari luka yang didapat kakaknya, pasti lah kecelakaannya cukup parah. Bahkan tangan Jieun gemetar saat ingin menggenggam tangan Ji Yoon yang tergeletak tak berdaya. Kaki Jieun serasa lemas, gadis itu tertegun memandang sang kakak. 
“Nona tenanglah” Jung ahjumma mencoba menenangkan Jieun sembari mengelus pelan bahu gadis itu.
“Ahjumma, apa yang terjadi? Kenapa Ji Yoon bisa sampai seperti ini?”
“Orang yang membawa nona Ji Yoon bilang, dia menemukan nona Ji Yoon pingsan dan berlumuran darah didalam mobilnya yang ringsek dan berasap di perempatan jalan Young Do. Tidak ada siapapun disana karena masih terlalu pagi.”
Astaga, Ji Yoon.. 
“Lagi pula mau kemana Ji Yoon pagi-pagi begitu?”
“Bukan mau kemana tapi dari mana, karena kemarin ia tidak pulang nona”
“Ya ampun kakak kau masih saja belum berubah. Apakah diperempatan itu ada cctv? Kita bisa melaporkannya pada polisi”
“Polisi juga sedang menyelidinya nona. Mereka akan memberitahu kita jika sudah ada perkembangan” Jieun menghela nafas seraya memandangi wajah kakaknya yang pucat.

Kriet.. pintu ruangan itu terbuka dan menampakan sosok Junki yang tampak khawatir juga terkejut memandang Ji Yoon terbaring tak sadarkan diri. 
Y ya Tuhan... apa ini maksud dari peringatan yang aboeji katakan pada orang itu?
Jieun memperhatikan Junki yang tampak lebih terkejut darinya. Namja itu hanya mematung setelah mendekati ranjang Ji Yoon tanpa berkata apapun.
____
Setelah menjenguk Ji Yoon dan melihat ada Jieun disana. Junki mengajak Jieun untuk berbicara. Kini dua orang itu berada di Kantin Rumah Sakit. Jieun tak berniat memulai pembicaraan, gadis itu hanya menunggu apa yang ingin namja itu katakan padanya.
"Wae? Apa aku memiliki kesalahan sehingga kau menghindariku Ji?"
"Oppa apa kau tak lihat keadaan Ji Yoon? Haruskah kita membicarakan ini sekarang?"
"Lalu kapan kita harus membicarakannya, aku hanya ingin tahu kenapa kau menghindariku" ucap Junki penuh penekanan dengan sedikit kekesalan.
"Karena aku tahu Oppa menyukaiku, kau puas?"
Deg..
"K kau.. Tahu dari mana?"
Jieun tersenyum kecil "Ternyata benar Oppa menyukaiku" ucap gadis seraya mengalihkan pandangannya.
"M mwo, apa maksudmu?"
"Aku juga tidak tahu pasti apa arti kecupan dikeningku malam itu tapi melihat dari reaksimu sekarang aku sudah tahu jawabannya"
J jadi Jieun tahu aku mencium keningnya malam itu? Junki menghembuskan nafasnya.
"Benar, sudah sejak lama aku menyukaimu Ji" Akhirnya Junki dapat mengakui perasaannya. Entah kenapa dadanya merasa lega setelah mengatakan semua itu, meski ia tahu mungkin Jieun akan semakin menjauh darinya.
"Wae oppa? Kau tahu benar aku menganggapmu seperti apa"
"Mian" satu kata itu membuat Jieun membuang nafas kasar namun tak tahu harus berbicara apa lagi. Ia marah karena sosok kakak lelaki yang selalu ada disampingnya kini malah menyukainya.
"Aku butuh waktu, kurasa kita jangan saling berhubungan dulu dalam waktu dekat" ucap Jieun lalu beranjak meninggalkan Junki yang kini hanya bisa memandangi Jieun menjauh.
Kau begitu marah saat tahu aku menyukaimu.
Kau mungkin akan membenciku saat tahu Aboejiku penyebab kecelakaan Ji Yoon.
.
.
Aboeji, apa yang sebenarnya kau rencanakan?
•••
Sehun terus memandangi sekelilingnya. Ia tengah menunggu Jieun, ia menitipkan suratnya kepada Chanyeol untuk gadis itu, suratnya berisi tentang Sehun yang ingin mengajak Jieun ke sebuah pulau dengan pemandangan indah namun tak banyak orang yang tahu. Sehun tahu gadis itu tak terlalu menyukai keramaian. Tapi sudah sekitar satu jam ia menunggu, Jieun belum datang juga.
Kemana gadis itu? apa suratnya tidak sampai?
Bodoh kenapa harus pakai surat segala -_-
Tapi biasanya wanita suka hal-hal yang romantis kan?
Ah.. mungkin tidak berlaku untuk Jieun.
Sehun hanya bisa berdecak sebal. Ia merogoh ponselnya di dalam saku dan menghubungi Chanyeol untuk memastikan suratnya sampai atau tidak.
“Wae?”
“Yaak suratnya sudah kau berikan pada Jieun kan?”
“Sudah lah”
“Tapi kenapa dia belum datang. Aku memintanya untuk datang ke pelabuhan”
“Ah aku lupa, aku melihat Jieun tergesa-gesa tadi pagi. Aku tidak tahu dia mau kemana. Ku kira dia akan menemuimu”
“M mwo?”
Mungkin dia belum membaca suratku..
“Oh ya sudah kalau begitu” setelah mematikan sambungan dengan Chanyeol, Sehun beralih menghubungi Jieun. Namja itu menunggu dengan sabar sampai akhirnya diangkat.
“Hallo”
“Ji, kau dimana?”
“Rumah sakit”
“K kau sakit? dirumah sakit mana kau sekarang eoh?”
“Ani, kakak ku kecelakaan jadi pagi tadi aku pulang ke Seoul. Aku di Myung Woo Hospital sekarang”
“Mwo !? lalu sekarang bagaimana keadaan kakak mu?”
“Masih belum sadar”
“Baiklah aku ke sana sekarang”
“Tidak per-” Jieun mendengus pelan saat Sehun sudah menutup ponselnya sebelum Jieun merampungkan kalimatnya. Gadis itu kembali menggenggam tangan Ji Yoon dan memandanginya. lagi-lagi hanya bisa menghela nafas lemah. 
“Yaaa, apa kau tidak ingin melihatku lagi?” tanya Jieun meski ia tahu Ji Yoon tak akan menjawabnya. 
“Kapan kau akan bangun eoh?” dua mata besar itu mulai berkaca-kaca. Jieun tak mampu menyembunyikan rasa sakitnya lagi melihat sang kakak terbaring lemah seperti itu. 
“Eonni..” bahkan kini suaranya bergetar. “Sadarlah” lanjutnya, dan satu tetes diikuti tetes lainnya mulai meluncur dari matanya.
“Jangan membuatku takut, bangunlah eonni” Jarang-jarang Jieun memanggil kakaknya ‘eonni’ namun sekarang ia akan selalu memanggilnya eonni jika Ji Yoon sadar meski kakaknya itu akan mengabaikannya dan mengacuhkannya lagi. Jieun tidak perduli, ia tak akan bisa kehilangan satu keluarga lagi. Tidak, jangan sampai hal itu terjadi. Jieun menemani Ji Yoon seorang diri dirumah sakit karena ia menyuruh Bibi Jung untuk pulang dan menjaga rumah. Rasanya seperti Jieun benar-benar sebatang kara dan tak ada tempat untuk bergantung bahkan kini isakannya makin deras hingga membuat ia terseguk-seguk seraya menggenggam erat tangan Ji Yoon. Berharap sang kakak lekas sadar. Tak apa jika Ji Yoon mengabaikannya lagi, tak apa jika Ji Yoon berteriak lagi padanya, atau bahkan mengacuhkannya. Itu masih lebih baik dari pada melihatnya terbaring lemah diranjang rumah sakit. Tak bisa dipungkiri, ia amat takut kehilangan kakak satu-satunya yang ia miliki.
Krieeett.. Pintu tampak terbuka dan nampaklah Lee Jun Young. Melangkah mendekati ranjang Ji Yoon. Memandang Jieun masih dengan mata memerah karena menangis.
“Astaga, Jieun”
“Ahjussi” Jieun memeluk Jun Young dengan isakan makin tak tertahan.
“Bagaimana ini bisa terjadi nak?”
“Aku tidak tahu ahjussi, hiks”
“Sudah, sudah, tenanglah, Ahjussi berjanji akan menangkap pelakunya” Jieun menunduk untuk menghapus air matanya lalu mengangguk kecil. Perlahan tanpa Jieun tahu, Jun Young tersenyum kecil seraya melihat Ji Yoon yang masih tak sadarkan diri.
Anak malang ...
“Kau tidak bersama Junki sayang?”
“O oppa sudah menjenguk tadi”
“Aishh anak itu kenapa tidak menemanimu. Tenanglah, biar ahjussi nanti bilang padanya untuk menemanimu”
“Itu tidak perlu ahjussi” Jun Young mengernyit.
“Wae?.. Apa kalian sedang bertengkar?”
“A ani” ucap Jieun sembari mencoba untuk tersenyum.
“Baiklah kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk menghubungi Junki atau Ahjussi, arraseo?” Jieun kembali mengangguk.
“Gomawo ahjussi”
“Aigoo tak perlu sungkan”
Dan kau- Jun Young kembali melirik Ji Yoon. Inilah akibatnya jika menggangguku.. lagi-lagi menyeringai samar sarat akan kemenangan.
“Kau pasti belum makan, ayo sebaiknya kita makan dulu”
“Tapi eonni-“
“Tenanglah sayang, ada suster yang akan menjaganya” Akhirnya Jieun menyetujui ajakan Jun Young untuk makan terlebih dulu. Jieun baru sadar jika dari pagi ia belum makan apa-apa. Selalu saja lupa makan. Namun dikoridor mereka berpapasan dengan Junki yang membawa beberapa makanan untuk Jieun.
“A aboeji” lirihnya melihat Jieun bersama ayahnya, dengan tergesa Junki mendekati mereka berdua.
“Dari mana saja kau, kenapa tidak menemani Jieun? Lihatlah dia bahkan belum makan apa-apa sampai sekarang” Junki hanya memandangi Ayahnya dingin. Ia tidak percaya, Ayahnya masih bisa berakting setelah apa yang diperbuatnya pada Ji Yoon.
Jadi ini wajah aboeji sebenarnya?
“Aku membawa makanan untuk mu, ayo masuk”
“Ah Jieun makanlah dengan Junki”
“Tapi ahjussi-“
“Ahjussi lupa kalau ada meeting sekarang lagi pula Junki sudah membeli makanan untukmu”
Jieun melirik Junki sesaat “Baiklah Ahjussi”
“Tenanglah sekarang ada Junki yang akan bersama mu” ucap Jun Young seraya menepuk bahu Jieun.
“O oh”
“Kalau begitu ahjussi pergi dulu”
“Ne hati-hati dijalan” ucap Jieun seraya membungkuk kecil. Setelah Jun Young tidak ada, Jieun menatap Junki.
“Makan dulu, aku tahu kau selalu lupa makan jika ada masalah” Junki memasuki kamar Ji Yoon terlebih dahulu membuat Jieun tak bisa marah pada namja itu. Junki hanya ingin Jieun tahu bahwa ia masih menjadi Oppa yang ada disampingnya tanpa harus memperdulikan perasaannya pada gadis itu.
Ruangan itu tampak hening, tak ada lagi percakapan. Keduanya hanya fokus dengan makanan masing-masing. Benar-benar canggung dan tidak nyaman namun Jieun bertahan agar Junki tahu ia masih marah pada namja itu. anggaplah Jieun kekanakan atau apa. Yang pasti rasa kesalnya hadir begitu menyadari namja yang sudah ia anggap sebagai penjaganya malah menyukai dirinya. Jieun tahu menyukai  seseorang bukanlah suatu kejahatan namun ia hanya tidak bisa menerima kenyataan dari situasi itu sekarang.
“Ji” gadis yang semula hanya memandang makanannya kini beralih menatap Junki.
“Bisakah kita seperti dulu lagi? Aku tidak suka suasana ini”
“Oppa pikir kita bisa seperti dulu?” Junki tampak menghembuskan nafas lalu menaruh mangkuknya ke atas meja dan memandang Jieun.
“Aku tak ingin membebanimu, aku hanya ingin menyatakan perasaanku saja, hanya itu. Kau tak perlu menanggapinya Ji”
“Mudah sekali Oppa berbicara seperti itu, tak tahukah kau, aku sangat kecewa?”
“Apa aku salah memiliki perasaan untuk mu? Apa aku bisa memilih kepada siapa aku harus jatuh cinta? Jawab Ji”
“...” Jieun membisu. Seperti apa yang ia pikirkan, tentu saja itu tidak salah hanya saja Jieun terlalu egois. Ia hanya ingin sosok kakak dalam diri Junki kembali tanpa ada perasaan lain.
“Mian” lirih Jieun.
“Aku mengerti, kau pasti terkejut dengan semua ini. Aku akan mencoba mengerti”
“Cha, sekarang jangan pikirkan apapun. Habiskan makanannya, Oppa ingin mencari udara segar diluar” Junki bangkit lalu keluar ruangan. Memandang sesaat pada namja yang duduk dikursi koridor depan kamar Ji Yoon namun kembali melangkah dan mengabaikannya. 
Setelah Junki pergi, Jieun menunduk lalu menangkup wajahnya dengan kedua tangan.
Kurasa Aku benar-benar jahat..
Lee Jieun kau keterlaluan kali ini..
Tok Tok Tok .. Jieun mendongak dan menatap Sehun mulai memasuki kamar rawat Ji Yoon. Mendekat ke arahnya seraya meletakan bingkisan buah-buahan ke atas meja.
“Bagaimana keadaan kakakmu Ji?”
“Masih sama” ucap Jieun lesu. Sehun beralih memandang Ji Yoon, merasa iba karena banyak lebam dan luka ditubuh gadis yang pernah menari dengannya di Club itu.
“Gwenchana dia pasti akan baik-baik saja dan segera sadar” Jieun mengangguk.
“Gomawo Sehun-a”
“Ya ya yaa, jangan pasang muka sedih begitu, tenanglah dia akan baik-baik saja. Hey kemana Jieun yang galak dan garang hah? Ayo tersenyumlah”mendengar hal itu Jieun mencoba tersenyum sekilas.
“Kau puas?” ucap Jieun pada Sehun setelah ia tersenyum.
“Eiy kita bahkan belum melakukan apa-apa bagaimana bisa puas”
“Yaaakk !?”
“Haha.. seperti inilah Jieun yang ku kenal” Jieun terdiam lalu tersenyum kecil.
“Oia ngomong-ngomong kenapa juga kau kesini dan meninggalkan liburan kampus?”
“Ya ampun pacarku sedang dapat masalah masa aku masih bisa berlibur sih” ucap Sehun di dramatisir.
“Cih..” entah kenapa hati kecil Jieun senang mendengar ucapan dari namja playboy itu.
“Apa kau sudah membaca suratku?”
“Su.. rat? Ah, surat yang diberikan Chanyeol?”
“Iya”
“Jadi itu darimu, Ck kenapa harus pakai surat segala kau kan bisa mengabari ku langsung lewat pesan”
“Ya ampun ternyata benar-benar tidak mempan untuk mu”
“Apanya yang tidak mempan?” Jieun tak mengerti maksud ucapan Sehun.
“Kau tahu? Biasanya yeoja-yeoja yang ku dekati jika mereka ku beri surat mereka akan senang dan bilang aku ini lelaki yang romantis”
“Haha.. hey mister playboy, aku bukan mereka”
“Untunglah kau bukan mereka, jadi makin sayaaang” ucap Sehun lebay seraya merentangkan kedua tangannya dan maju menuju Jieun. Berniat memeluk yeoja itu.
“Y y yaaak.. awas jika berani menyentuhku, ku hajar kau !”
“Aih ya sudahlah ku peluk diriku sendiri saja” kedua tangan yang merentang itu kini memeluk tubuh Sehun sendiri. Lagi-lagi mampu membuat Jieun menggeleng dengan senyuman menghiasi wajahnya.
Benar, kau harus tersenyum seperti ini Ji..
Melihat Jieun tersenyum karena dirinya, Sehun merasa senang sekaligus bangga. Melupakan fakta  bahwa ada namja yang juga menyukai Jieun. Namja yang bahkan mengenalnya lebih lama dibanding dirinya. Jangan salah paham, saat sampai didepan kamar rawat Ji Yoon awalnya Sehun akan langsung masuk namun ia mengurungkannya karena melihat Jieun sedang berbicara serius dengan seorang namja. Namja yang Sehun yakini sangat dekat dengan Jieun. Akhirnya Sehun hanya mematung didepan pintu dan mendengar percakapan mereka. Entah mengapa ia merasa lega saat mendengar ucapan Jieun, Sehun bisa mengartikan jika Jieun tak suka dengan perasaan namja itu dan Jieun sama sekali tak memiliki perasaan untuknya. Saat mengetahui Junki akan keluar, Sehun duduk di kursi koridor dan menunggu namja itu hilang dari pandangannya lalu menemui Jieun.

30 Menit kemudian, Jieun sudah tertidur karena kelelahan. Namun gadis itu tak sadar bahwa ia tertidur dibahu Sehun, membuat namja itu memandangnya tanpa rasa bosan.
Semoga saja perasaanku tidak salah, semoga saja Jieun benar-benar bisa menggantikan Yoo Nara.
Sehun membenarkan kepala Jieun dibahunya supaya lebih nyaman. Perlahan namja itu mengaitkan rambut yang menghalangi wajah Jieun ke belakang telinga. Tanpa ia  tahu, Junki datang dan menatapnya tajam dari balik kaca kecil di pintu.
Nuguya?
Ah.. d dia namja yang tadi duduk disini kan?
Tanpa perlu berlama-lama, akhirnya Junki membuka pintu dan membuat Sehun mendongak. Saling menunduk kecil saat bertemu pandang. Junki mendekati Sehun.
“Nugu..seyo ?”
“Ah, perkenalkan saya Sehun, kekasih Jieun” ucap Sehun diakhiri senyum samar saat memandang wajah namja itu tampak terkejut.
Mwo !? Junki terdiam tak percaya dengan ucapan namja itu seraya memandangnya tak suka.
“Ah benarkah? Jieun tak pernah berbicara apapun soal dirimu Sehun-ssi”
“Ahaha.. Jieun mungkin sedikit malu maklum lah dia itu orangnya sok misterius, oia ngomong-ngomong nama anda siapa? Apakah anda saudara Jieun?”
“Perkenalkan nama saya Lee Junki, kami berteman sejak kecil”
Oh jadi namanya Lee Junki..
“Oh begitu”
“Ne” Suasana diruangan itu tampak memanas. Pandangan tajam dari kedua namja itu tak terelakan. Duduk berhadapan dengan pandangan tajam tak mau kalah. Tak ada percakapan lagi namun suasana makin panas.
“Ya ampun kenapa disini makin panas” ucap Sehun seraya melirik ke arah lain.
“Jika kau tidak betah, kau bisa pulang Sehun-ssi, aku akan menjaga Jieun dan Ji Yoon disini” mendengar hal itu, Sehun ingin sekali tertawa.
“Gwenchana, sekarang ada aku disini. Ke-ka-sih Ji-eun.. kau saja yang pulang”
“Ahaha cam.. kau pasti tidak tahu jika Jieun dan aku itu sangat dekat”
“Ya, aku memang tidak tahu tapi tak apa selama kalian hanya berteman” ucap Sehun lalu tersenyum.
Haha seru sekali, sebenarnya apa yang coba ia tunjukan padaku? Batin Sehun.
Namja ini benar-benar menyebalkan.. batin Junki
Namun akhirnya Junki mengalah. Namja itu bangkit.
“Baiklah kalau begitu saya pulang dulu, tolong jaga Jieun dan Ji Yoon”
“Ne jangan khawatir, selamat jalan Lee Jun Ki-ssi” tanpa berbasa-basi lagi, Junki pergi meninggalkan kamar rawat Ji Yoon dengan ekspresi dingin karena kesal.
Hoho.. kau tak akan menang melawanku... ucap Sehun dalam hati.
To Be Continue




Comments