Bruuukk
.. Jieun menghempaskan tubuhnya ke atas kasur sementara Jiyeon dan Seon Mi
sudah tergeletak karena mabuk.
Pesta akhirnya berakhir pukul 12 malam. Jika saja tidak ada dosen disana, Jieun yakin pesta itu bisa sampai pagi. Ia memandang langit-langit, sedetik kemudian tersenyum kecil teringat percakapannya dengan Sehun. Jieun benar-benar blak-blakan akan membuka hatinya. Jieun pun tidak menyangka bisa mengucapkan kalimat seperti itu. Sebenarnya apa yang ia pikirkan hingga bisa berucap segampang itu. Entahlah, Jieun pun tak tahu pasti apa yang terjadi dengan dirinya. Yg pasti sekarang Jieun tahu kenapa Sehun menjadi playboy dan senang mempermainkan wanita. Benar kata namja itu, mereka memang senasib. Korban dari permasalahan yg tak bisa mereka terima. Mungkin hal itulah yang membuat Jieun berkata akan membuka hatinya pada namja itu.
Pesta akhirnya berakhir pukul 12 malam. Jika saja tidak ada dosen disana, Jieun yakin pesta itu bisa sampai pagi. Ia memandang langit-langit, sedetik kemudian tersenyum kecil teringat percakapannya dengan Sehun. Jieun benar-benar blak-blakan akan membuka hatinya. Jieun pun tidak menyangka bisa mengucapkan kalimat seperti itu. Sebenarnya apa yang ia pikirkan hingga bisa berucap segampang itu. Entahlah, Jieun pun tak tahu pasti apa yang terjadi dengan dirinya. Yg pasti sekarang Jieun tahu kenapa Sehun menjadi playboy dan senang mempermainkan wanita. Benar kata namja itu, mereka memang senasib. Korban dari permasalahan yg tak bisa mereka terima. Mungkin hal itulah yang membuat Jieun berkata akan membuka hatinya pada namja itu.
•••
Junki
hanya menatap nomor itu dilayar ponselnya. Berfikir ulang untuk menghubunginya
atau tidak. Dan akankah sang pemilik nomor akan mengabaikannya lagi. Junki
benar-benar tidak bisa seperti ini terus. Rasa penasaran kenapa gadis itu
menjauh sudah di ubun-ubun.
Karena
kesal sendiri, namja itu melempar ponselnya ke atas kasur lalu beranjak dari meja kerjanya yg berada diruangan yg sama dengan kamarnya. Namja itu
keluar kamar lalu menuju dapur untuk sekedar mengambil air putih. Namun ia melihat
seseorang memasuki ruang kerja Ayahnya. Junki tahu benar jika orang itu
tangan kanan Ayahnya namun ia tak terlalu dekat dengannya. Perlahan Junki
mendekati ruang kerja Ayahnya dan menguping pembicaraan didalam.
"Kurasa
nona Ji Yoon menyelidiki anda tuan"
Ji
yoon? Untuk apa Ji Yoon menyelidiki Aboeji?
"Ck..
Ku kira gadis itu hanya bisa hura-hura"
"Apa
yang harus kita lakukan tuan?"
"Tentu
saja mencegahnya, apa kau bodoh !?" tuan Jun Young tampak khawatir. Anak
yg tak pernah ia duga bisa mengancamnya justru sekarang menyelidikinya
diam-diam.
"Apa
kita juga harus melenyapkannya?" Mata
Junki melebar mendengar ucapan orang itu.
K
kenapa ini? Sebenarnya ada apa? Kenapa harus melenyapkan Ji Yoon?
"Beri
dia peringatan"
"Baik
tuan" namja berseragam hitam itu membungkuk kecil sebelum keluar dari ruangan itu. Sementara Junki buru-buru menjauh dari pintu ruangan kerja Ayahnya
dan menuju dapur. Berdiri di depan lemari pendingin namun hanya bediam diri
tanpa berniat membukanya. Junki hanya sedang berfikir.
Apa
ji yoon mengetahui sesuatu tentang Aboeji dan hal itu membuat Aboeji tak suka?
Apakah karena itu Ji Yoon bersikap dingin padaku? Sebenarnya ada apa ini?
"Junki-ya"
"..." Junki tak sadar jika ayahnya juga berada didapur.
"Lee Junki" panggil Jun Young dengan sedikit menaikan nada bicara.
"..." Junki tak sadar jika ayahnya juga berada didapur.
"Lee Junki" panggil Jun Young dengan sedikit menaikan nada bicara.
"O
oh Aboeji.." namja itu terkejut saat suara Ayahnya menginterupsi.
"Sedang
apa kau disana?"
"Oh?
A aku akan mengambil minum Aboeji" ucap namja itu seraya membuka lemari
pendingin dengan terburu lalu meraih sebotol air mineral.
"Haha
kau ini aneh sekali" Junki hanya terdiam memandang wajah Ayahnya yang
tertawa. Entah mengapa ia merasa takut. Ayahnya yang ia kenal begitu
bersahaja, apakah benar itu wajah aslinya? Bagaimana jika Ayahnya adalah
orang yg diluar perkiraan. Apakah junki siap menerimanya? Haruskah ia
melanjutkan penyelidikannya dan menjawab rasa penasarannya? Selama ini ia hanya
menuruti sang Ayah tanpa ada bantahan dan pertanyaan berlebih.
"Aboeji"
lirih Junki.
"Oh?"
namja itu terdiam sejenak seraya memandang sang Ayah. Tuan Jun Young pun
merasakan hawa berbeda dari pandangan sang anak.
"Wae?
Ada yang ingin kau katakan padaku?" Junki masih terdiam lalu-
"A
ani" Jun Young tampak mengernyit.
"Kau
ini aneh sekali hari ini"
"Haha
mian Aboeji" tawa hambar itu hanya kamuflase Junki untuk menutupi rasa
penasarannya. Sang Ayah berlalu setelah mengambil gula sachet rendah kalori
untuk kopinya. Sementara Junki mulai membuka tutup botol mineral lalu
menenggaknya.
•••
Hari
pertama liburan kampus diisi dengan kegiatan bebas. Mahasiswa bisa melakukan
apapun, sekedar berenang dikolam renang atau berjalan-jalan.
Tok
tok tok
Waktu
menunjukan pukul 8 pagi namun ketiga yeoja itu belum ada yg bangun satupun. Berbeda dengan kedua temannya, Jieun mulai bangun saat sebuah ketukan dipintu terus saja terdengar. sesekali menggerutu pelan seraya menggaruk kepalanya. Perlahan ia bangkit dan membuka pintu itu.
"Mwo?"
"Kau
baru bangun?" tanya orang yang mengetuk pintu yakni Chanyeol.
"Iya.
Ada apa? Jiyeon juga belum bangun"
"Aku
tidak mencari Jiyeon, aku hanya ingin memberimu ini" namja itu memberikan sesuatu kepada Jieun.
"Surat?
Dari siapa?" tanya Jieun.
"Entahlah,
ya sudah aku pergi ya"
"Y
yaaakk tunggu dul- aish" Chanyeol pergi sebelum Jieun sempat merampungkan pertanyaannya. Gadis itu membolak-balikan surat ditangannya. Tiba-tiba suara ponselnya
berdering sebelum ia membuka surat itu.
“Hallo"
“No
nona”
“Jung
Ahjumma wae?”dari suaranya, Jieun memiliki firasat buruk. lagi pula untuk apa pembantunya menelpon pagi-pagi begini.
“No
nona Ji Yoon kecelakaan”
“Mwo
!? bagaimana bisa? Dirumah sakit mana dia sekarang?”
“Bibi
juga baru mendapat kabar dari rumah sakit. Sekarang nona Ji Yoon dirumah sakit
Myung Woo”
"A apa lukanya parah?"
"Bibi belum tahu, nona"
"A apa lukanya parah?"
"Bibi belum tahu, nona"
“Baiklah,
aku akan segara pulang”
Jieun
menutup ponselnya dan tergesa mengambil tasnya. Tak lupa ia menulis diatas
secarik kertas alasan ia pulang, takut-takut Jiyeon dan Seon Mi
khawatir. Setelah menulis pesan, Jieun keluar kamar dengan sedikit berlari.
Bohong jika ia tak cemas pada kakaknya itu. kakak yang selalu mengabaikannya
dan tak menganggapnya ada. Ia tak serius saat bilang sudah tak perduli lagi
pada Ji Yoon. Mana mungkin ia tak perduli pada anggota keluarganya. Chanyeol
yang berada di lobi hotel melihat Jieun begitu terburu-buru, namja itu bahkan
memanggilnya namun Jieun tak menggubrisnya.
Ada apa dengan Jieun? Kenapa ia
terburu-buru?
Apa karena surat dari Sehun itu ? Chanyeol tersenyum-senyum sendiri tanpa tahu
apa yang sebenarnya terjadi. Benar, surat yang ia berikan pada Jieun berasal
dari Sehun. Entahlah apa isinya, namja itu tak tahu pasti. Yang pasti ia
berfikir, mungkin ia bisa mendamaikan dua orang itu jika membantu memberikan
surat itu.
______
Sesampainya
dirumah sakit, Jieun langsung menuju kamar inap sang kakak setelah diberitahu
lewat pesan oleh Jung ahjumma.
“Kakak” ucap
Jieun saat membuka pintu kamar kakaknya dirawat. Memandang Ji Yoon yang masih
belum sadar sementara kepalanya diperban dan kakinya di gips. Gadis itu terlihat
terkejut saat melihat lebam dibeberapa tubuh sang kakak. Tentu saja, melihat
dari luka yang didapat kakaknya, pasti lah kecelakaannya cukup parah. Bahkan
tangan Jieun gemetar saat ingin menggenggam tangan Ji Yoon yang tergeletak tak
berdaya. Kaki Jieun serasa lemas, gadis itu tertegun memandang sang kakak.
“Nona
tenanglah” Jung ahjumma mencoba menenangkan Jieun sembari mengelus pelan bahu
gadis itu.
“Ahjumma, apa
yang terjadi? Kenapa Ji Yoon bisa sampai seperti ini?”
“Orang yang
membawa nona Ji Yoon bilang, dia menemukan nona Ji Yoon pingsan dan berlumuran darah didalam
mobilnya yang ringsek dan berasap di perempatan jalan Young Do. Tidak ada
siapapun disana karena masih terlalu pagi.”
Astaga, Ji Yoon..
Astaga, Ji Yoon..
“Lagi pula
mau kemana Ji Yoon pagi-pagi begitu?”
“Bukan mau
kemana tapi dari mana, karena kemarin ia tidak pulang nona”
“Ya ampun
kakak kau masih saja belum berubah. Apakah diperempatan itu ada cctv? Kita
bisa melaporkannya pada polisi”
“Polisi juga
sedang menyelidinya nona. Mereka akan memberitahu kita jika sudah ada perkembangan”
Jieun menghela nafas seraya memandangi wajah kakaknya yang pucat.
Kriet.. pintu
ruangan itu terbuka dan menampakan sosok Junki yang tampak khawatir juga
terkejut memandang Ji Yoon terbaring tak sadarkan diri.
Y ya Tuhan... apa ini maksud dari
peringatan yang aboeji katakan pada orang itu?
Jieun memperhatikan
Junki yang tampak lebih terkejut darinya. Namja itu hanya mematung setelah
mendekati ranjang Ji Yoon tanpa berkata apapun.
____
Setelah
menjenguk Ji Yoon dan melihat ada Jieun disana. Junki mengajak Jieun untuk
berbicara. Kini dua orang itu berada di Kantin Rumah Sakit. Jieun tak berniat
memulai pembicaraan, gadis itu hanya menunggu apa yang ingin namja itu katakan
padanya.
"Wae?
Apa aku memiliki kesalahan sehingga kau menghindariku Ji?"
"Oppa
apa kau tak lihat keadaan Ji Yoon? Haruskah kita membicarakan ini
sekarang?"
"Lalu
kapan kita harus membicarakannya, aku hanya ingin tahu kenapa kau
menghindariku" ucap Junki penuh penekanan dengan sedikit kekesalan.
"Karena
aku tahu Oppa menyukaiku, kau puas?"
Deg..
"K
kau.. Tahu dari mana?"
Jieun
tersenyum kecil "Ternyata benar Oppa menyukaiku" ucap gadis seraya mengalihkan pandangannya.
"M
mwo, apa maksudmu?"
"Aku
juga tidak tahu pasti apa arti kecupan dikeningku malam itu tapi melihat dari
reaksimu sekarang aku sudah tahu jawabannya"
J jadi Jieun tahu aku mencium keningnya
malam itu? Junki
menghembuskan nafasnya.
"Benar,
sudah sejak lama aku menyukaimu Ji" Akhirnya Junki dapat mengakui
perasaannya. Entah kenapa dadanya merasa lega setelah mengatakan semua itu,
meski ia tahu mungkin Jieun akan semakin menjauh darinya.
"Wae
oppa? Kau tahu benar aku menganggapmu seperti apa"
"Mian"
satu kata itu membuat Jieun membuang nafas kasar namun tak tahu harus berbicara
apa lagi. Ia marah karena sosok kakak lelaki yang selalu ada disampingnya kini
malah menyukainya.
"Aku
butuh waktu, kurasa kita jangan saling berhubungan dulu dalam waktu dekat"
ucap Jieun lalu beranjak meninggalkan Junki yang kini hanya bisa memandangi
Jieun menjauh.
Kau begitu marah saat tahu aku
menyukaimu.
Kau mungkin akan membenciku saat tahu Aboejiku
penyebab kecelakaan Ji Yoon.
.
.
.
.
Aboeji, apa yang sebenarnya kau
rencanakan?
•••
Sehun terus
memandangi sekelilingnya. Ia tengah menunggu Jieun, ia menitipkan suratnya
kepada Chanyeol untuk gadis itu, suratnya berisi tentang Sehun yang ingin
mengajak Jieun ke sebuah pulau dengan pemandangan indah namun tak banyak orang
yang tahu. Sehun tahu gadis itu tak terlalu menyukai keramaian. Tapi sudah
sekitar satu jam ia menunggu, Jieun belum datang juga.
Kemana gadis itu? apa suratnya tidak
sampai?
Bodoh kenapa harus pakai surat segala
-_-
Tapi biasanya wanita suka hal-hal yang
romantis kan?
Ah.. mungkin tidak berlaku untuk Jieun.
Sehun hanya
bisa berdecak sebal. Ia merogoh ponselnya di dalam saku dan menghubungi Chanyeol untuk
memastikan suratnya sampai atau tidak.
“Wae?”
“Yaak
suratnya sudah kau berikan pada Jieun kan?”
“Sudah lah”
“Tapi kenapa
dia belum datang. Aku memintanya untuk datang ke pelabuhan”
“Ah aku lupa,
aku melihat Jieun tergesa-gesa tadi pagi. Aku tidak tahu dia mau kemana. Ku kira dia akan menemuimu”
“M mwo?”
Mungkin dia belum membaca suratku..
“Oh ya sudah
kalau begitu” setelah mematikan sambungan dengan Chanyeol, Sehun beralih
menghubungi Jieun. Namja itu menunggu dengan sabar sampai akhirnya diangkat.
“Hallo”
“Ji, kau
dimana?”
“Rumah sakit”
“K kau sakit? dirumah sakit mana kau sekarang eoh?”
“Ani, kakak
ku kecelakaan jadi pagi tadi aku pulang ke Seoul. Aku di Myung Woo
Hospital sekarang”
“Mwo !? lalu
sekarang bagaimana keadaan kakak mu?”
“Masih belum
sadar”
“Baiklah aku
ke sana sekarang”
“Tidak per-”
Jieun mendengus pelan saat Sehun sudah menutup ponselnya sebelum Jieun
merampungkan kalimatnya. Gadis itu kembali menggenggam tangan Ji Yoon dan
memandanginya. lagi-lagi hanya bisa menghela nafas lemah.
“Yaaa, apa kau
tidak ingin melihatku lagi?” tanya Jieun meski ia tahu Ji Yoon tak akan menjawabnya.
“Kapan kau
akan bangun eoh?” dua mata besar itu mulai berkaca-kaca. Jieun tak mampu menyembunyikan rasa sakitnya lagi melihat sang kakak terbaring lemah seperti itu.
“Eonni..”
bahkan kini suaranya bergetar. “Sadarlah” lanjutnya, dan satu tetes diikuti
tetes lainnya mulai meluncur dari matanya.
“Jangan
membuatku takut, bangunlah eonni” Jarang-jarang Jieun memanggil kakaknya ‘eonni’
namun sekarang ia akan selalu memanggilnya eonni jika Ji Yoon sadar meski
kakaknya itu akan mengabaikannya dan mengacuhkannya lagi. Jieun tidak perduli,
ia tak akan bisa kehilangan satu keluarga lagi. Tidak, jangan sampai hal itu
terjadi. Jieun menemani Ji Yoon seorang diri dirumah sakit karena ia menyuruh
Bibi Jung untuk pulang dan menjaga rumah. Rasanya seperti Jieun benar-benar
sebatang kara dan tak ada tempat untuk bergantung bahkan kini isakannya makin
deras hingga membuat ia terseguk-seguk seraya menggenggam erat tangan Ji Yoon. Berharap
sang kakak lekas sadar. Tak apa jika Ji Yoon mengabaikannya lagi, tak apa jika
Ji Yoon berteriak lagi padanya, atau bahkan mengacuhkannya. Itu masih lebih
baik dari pada melihatnya terbaring lemah diranjang rumah sakit. Tak bisa
dipungkiri, ia amat takut kehilangan kakak satu-satunya yang ia miliki.
Krieeett..
Pintu tampak terbuka dan nampaklah Lee Jun Young. Melangkah mendekati ranjang
Ji Yoon. Memandang Jieun masih dengan mata memerah karena menangis.
“Astaga,
Jieun”
“Ahjussi”
Jieun memeluk Jun Young dengan isakan makin tak tertahan.
“Bagaimana
ini bisa terjadi nak?”
“Aku tidak
tahu ahjussi, hiks”
“Sudah,
sudah, tenanglah, Ahjussi berjanji akan menangkap pelakunya” Jieun menunduk
untuk menghapus air matanya lalu mengangguk kecil. Perlahan tanpa Jieun tahu,
Jun Young tersenyum kecil seraya melihat Ji Yoon yang masih tak sadarkan diri.
Anak malang ...
“Kau tidak
bersama Junki sayang?”
“O oppa sudah
menjenguk tadi”
“Aishh anak
itu kenapa tidak menemanimu. Tenanglah, biar ahjussi nanti bilang padanya untuk
menemanimu”
“Itu tidak
perlu ahjussi” Jun Young mengernyit.
“Wae?.. Apa kalian
sedang bertengkar?”
“A ani” ucap
Jieun sembari mencoba untuk tersenyum.
“Baiklah
kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk menghubungi Junki atau Ahjussi, arraseo?”
Jieun kembali mengangguk.
“Gomawo
ahjussi”
“Aigoo tak
perlu sungkan”
Dan kau- Jun Young kembali melirik Ji Yoon.
Inilah akibatnya jika menggangguku.. lagi-lagi
menyeringai samar sarat akan kemenangan.
“Kau pasti
belum makan, ayo sebaiknya kita makan dulu”
“Tapi eonni-“
“Tenanglah
sayang, ada suster yang akan menjaganya” Akhirnya Jieun menyetujui ajakan Jun
Young untuk makan terlebih dulu. Jieun baru sadar jika dari pagi ia belum makan
apa-apa. Selalu saja lupa makan. Namun dikoridor mereka berpapasan dengan Junki
yang membawa beberapa makanan untuk Jieun.
“A aboeji” lirihnya melihat Jieun bersama ayahnya, dengan tergesa Junki mendekati mereka berdua.
“Dari mana
saja kau, kenapa tidak menemani Jieun? Lihatlah dia bahkan belum makan apa-apa
sampai sekarang” Junki hanya memandangi Ayahnya dingin. Ia tidak percaya, Ayahnya
masih bisa berakting setelah apa yang diperbuatnya pada Ji Yoon.
Jadi ini wajah aboeji sebenarnya?
“Aku membawa
makanan untuk mu, ayo masuk”
“Ah Jieun
makanlah dengan Junki”
“Tapi
ahjussi-“
“Ahjussi lupa kalau ada meeting sekarang lagi pula Junki sudah membeli makanan untukmu”
Jieun melirik
Junki sesaat “Baiklah Ahjussi”
“Tenanglah sekarang
ada Junki yang akan bersama mu” ucap Jun Young seraya menepuk bahu Jieun.
“O oh”
“Kalau begitu
ahjussi pergi dulu”
“Ne hati-hati
dijalan” ucap Jieun seraya membungkuk kecil. Setelah Jun Young tidak ada, Jieun
menatap Junki.
“Makan dulu,
aku tahu kau selalu lupa makan jika ada masalah” Junki memasuki kamar Ji Yoon
terlebih dahulu membuat Jieun tak bisa marah pada namja itu. Junki hanya ingin
Jieun tahu bahwa ia masih menjadi Oppa yang ada disampingnya tanpa harus
memperdulikan perasaannya pada gadis itu.
Ruangan itu
tampak hening, tak ada lagi percakapan. Keduanya hanya fokus dengan makanan
masing-masing. Benar-benar canggung dan tidak nyaman namun Jieun bertahan agar
Junki tahu ia masih marah pada namja itu. anggaplah Jieun kekanakan atau apa. Yang
pasti rasa kesalnya hadir begitu menyadari namja yang sudah ia anggap sebagai penjaganya malah menyukai dirinya. Jieun tahu menyukai seseorang bukanlah suatu kejahatan namun ia
hanya tidak bisa menerima kenyataan dari situasi itu sekarang.
“Ji” gadis
yang semula hanya memandang makanannya kini beralih menatap Junki.
“Bisakah kita
seperti dulu lagi? Aku tidak suka suasana ini”
“Oppa pikir
kita bisa seperti dulu?” Junki tampak menghembuskan nafas lalu menaruh
mangkuknya ke atas meja dan memandang Jieun.
“Aku tak
ingin membebanimu, aku hanya ingin menyatakan perasaanku saja, hanya itu. Kau
tak perlu menanggapinya Ji”
“Mudah sekali
Oppa berbicara seperti itu, tak tahukah kau, aku sangat kecewa?”
“Apa aku
salah memiliki perasaan untuk mu? Apa aku bisa memilih kepada siapa aku harus
jatuh cinta? Jawab Ji”
“...” Jieun
membisu. Seperti apa yang ia pikirkan, tentu saja itu tidak salah hanya saja
Jieun terlalu egois. Ia hanya ingin sosok kakak dalam diri Junki kembali tanpa
ada perasaan lain.
“Mian” lirih
Jieun.
“Aku mengerti,
kau pasti terkejut dengan semua ini. Aku akan mencoba mengerti”
“Cha,
sekarang jangan pikirkan apapun. Habiskan makanannya, Oppa ingin mencari udara segar diluar” Junki bangkit lalu keluar ruangan. Memandang sesaat pada namja
yang duduk dikursi koridor depan kamar Ji Yoon namun kembali melangkah dan mengabaikannya.
Setelah Junki
pergi, Jieun menunduk lalu menangkup wajahnya dengan kedua tangan.
Kurasa Aku benar-benar jahat..
Lee Jieun kau keterlaluan kali ini..
Tok Tok Tok
.. Jieun mendongak dan menatap Sehun mulai memasuki kamar rawat Ji Yoon. Mendekat
ke arahnya seraya meletakan bingkisan buah-buahan ke atas meja.
“Bagaimana
keadaan kakakmu Ji?”
“Masih sama”
ucap Jieun lesu. Sehun beralih memandang Ji Yoon, merasa iba karena banyak
lebam dan luka ditubuh gadis yang pernah menari dengannya di Club itu.
“Gwenchana
dia pasti akan baik-baik saja dan segera sadar” Jieun mengangguk.
“Gomawo
Sehun-a”
“Ya ya yaa,
jangan pasang muka sedih begitu, tenanglah dia akan baik-baik saja. Hey kemana
Jieun yang galak dan garang hah? Ayo tersenyumlah”mendengar hal itu Jieun mencoba tersenyum sekilas.
“Kau puas?”
ucap Jieun pada Sehun setelah ia tersenyum.
“Eiy kita
bahkan belum melakukan apa-apa bagaimana bisa puas”
“Yaaakk !?”
“Haha..
seperti inilah Jieun yang ku kenal” Jieun terdiam lalu tersenyum kecil.
“Oia
ngomong-ngomong kenapa juga kau kesini dan meninggalkan liburan kampus?”
“Ya ampun
pacarku sedang dapat masalah masa aku masih bisa berlibur sih” ucap Sehun di dramatisir.
“Cih..” entah
kenapa hati kecil Jieun senang mendengar ucapan dari namja playboy itu.
“Apa kau sudah
membaca suratku?”
“Su.. rat? Ah,
surat yang diberikan Chanyeol?”
“Iya”
“Jadi itu
darimu, Ck kenapa harus pakai surat segala kau kan bisa mengabari ku langsung
lewat pesan”
“Ya ampun
ternyata benar-benar tidak mempan untuk mu”
“Apanya yang
tidak mempan?” Jieun tak mengerti maksud ucapan Sehun.
“Kau tahu? Biasanya
yeoja-yeoja yang ku dekati jika mereka ku beri surat mereka akan senang dan
bilang aku ini lelaki yang romantis”
“Haha.. hey
mister playboy, aku bukan mereka”
“Untunglah
kau bukan mereka, jadi makin sayaaang” ucap Sehun lebay seraya merentangkan kedua
tangannya dan maju menuju Jieun. Berniat memeluk yeoja itu.
“Y y yaaak..
awas jika berani menyentuhku, ku hajar kau !”
“Aih ya
sudahlah ku peluk diriku sendiri saja” kedua tangan yang merentang itu kini
memeluk tubuh Sehun sendiri. Lagi-lagi mampu membuat Jieun menggeleng dengan
senyuman menghiasi wajahnya.
Benar, kau harus tersenyum seperti ini
Ji..
Melihat Jieun
tersenyum karena dirinya, Sehun merasa senang sekaligus bangga. Melupakan
fakta bahwa ada namja yang juga menyukai
Jieun. Namja yang bahkan mengenalnya lebih lama dibanding dirinya. Jangan
salah paham, saat sampai didepan kamar rawat Ji Yoon awalnya Sehun akan
langsung masuk namun ia mengurungkannya karena melihat Jieun sedang berbicara
serius dengan seorang namja. Namja yang Sehun yakini sangat dekat dengan Jieun.
Akhirnya Sehun hanya mematung didepan pintu dan mendengar percakapan mereka. Entah
mengapa ia merasa lega saat mendengar ucapan Jieun, Sehun bisa mengartikan jika
Jieun tak suka dengan perasaan namja itu dan Jieun sama sekali tak memiliki
perasaan untuknya. Saat mengetahui Junki akan keluar, Sehun duduk di kursi koridor
dan menunggu namja itu hilang dari pandangannya lalu menemui Jieun.
30 Menit
kemudian, Jieun sudah tertidur karena kelelahan. Namun gadis itu tak sadar
bahwa ia tertidur dibahu Sehun, membuat namja itu memandangnya tanpa rasa
bosan.
Semoga saja perasaanku tidak salah, semoga
saja Jieun benar-benar bisa menggantikan Yoo Nara.
Sehun membenarkan
kepala Jieun dibahunya supaya lebih nyaman. Perlahan namja itu mengaitkan
rambut yang menghalangi wajah Jieun ke belakang telinga. Tanpa ia tahu, Junki datang dan menatapnya tajam dari
balik kaca kecil di pintu.
Nuguya?
Ah.. d dia namja yang tadi duduk disini
kan?
Tanpa perlu
berlama-lama, akhirnya Junki membuka pintu dan membuat Sehun mendongak. Saling menunduk
kecil saat bertemu pandang. Junki mendekati Sehun.
“Nugu..seyo ?”
“Ah,
perkenalkan saya Sehun, kekasih Jieun” ucap Sehun diakhiri senyum samar saat
memandang wajah namja itu tampak terkejut.
Mwo !? Junki terdiam tak percaya dengan
ucapan namja itu seraya memandangnya tak suka.
“Ah benarkah?
Jieun tak pernah berbicara apapun soal dirimu Sehun-ssi”
“Ahaha..
Jieun mungkin sedikit malu maklum lah dia itu orangnya sok misterius, oia
ngomong-ngomong nama anda siapa? Apakah anda saudara Jieun?”
“Perkenalkan
nama saya Lee Junki, kami berteman sejak kecil”
Oh jadi namanya Lee Junki..
“Oh begitu”
“Ne” Suasana
diruangan itu tampak memanas. Pandangan tajam dari kedua namja itu tak
terelakan. Duduk berhadapan dengan pandangan tajam tak mau kalah. Tak ada
percakapan lagi namun suasana makin panas.
“Ya ampun
kenapa disini makin panas” ucap Sehun seraya melirik ke arah lain.
“Jika kau tidak betah, kau bisa pulang Sehun-ssi, aku akan menjaga Jieun dan Ji Yoon disini” mendengar hal itu, Sehun
ingin sekali tertawa.
“Gwenchana,
sekarang ada aku disini. Ke-ka-sih
Ji-eun.. kau saja yang pulang”
“Ahaha cam..
kau pasti tidak tahu jika Jieun dan aku itu sangat dekat”
“Ya, aku
memang tidak tahu tapi tak apa selama kalian hanya berteman” ucap Sehun lalu tersenyum.
Haha seru sekali, sebenarnya apa yang
coba ia tunjukan padaku? Batin Sehun.
Namja ini benar-benar menyebalkan.. batin Junki
Namun
akhirnya Junki mengalah. Namja itu bangkit.
“Baiklah
kalau begitu saya pulang dulu, tolong jaga Jieun dan Ji Yoon”
“Ne jangan
khawatir, selamat jalan Lee Jun Ki-ssi” tanpa berbasa-basi lagi, Junki pergi
meninggalkan kamar rawat Ji Yoon dengan ekspresi dingin karena kesal.
Hoho.. kau tak akan menang melawanku... ucap Sehun dalam hati.
To Be
Continue
Comments
Post a Comment