Cast : Lee Jieun [IU], Xi Luhan, Kim Myungsoo etc.
Genre :
Drama, romance, life.
Length:
Chapter.
Oiya mau ralat buat direktur harusnya manager kali ya, sajangnim kan sama kaya direktur. Ah bikin ribet
hehe .. sorry jadi sekarang Jieun itu harusnya manager bukan direktur. Satu lagi, karena author udah mulai masuk kuliah lagi jadi mungkin akan agak lama update lanjutan ni ff, udah si itu aja. Happy
reading !
----
“Lu luhan” ucap Jieun pelan,
menyadari pandangan yang tidak biasa. Ia menarik lengannya yang masih Myungsoo
pegang sementara Myungsoo mengernyit tak mengerti dengan situasi ini. Siapa
lelaki itu ? kenapa tiba-tiba Jieun melepaskan tangannya yang berniat menolongnya.
Luhan mulai memasuki ruang rawat
Jieun dengan pandangan pada Jieun yang seakan meminta penjelasan siapa namja
yang memegang tangannya tadi.
“Oh duduklah, dia atasanku,
namanya Kim Myungsoo dan sajangnim dia Luhan na namjachinguku” Jieun sedikit
kikuk mengucapkan namjachingu. Bukannya apa-apa namun bagaimana jika Myungsoo
tahu ia memiliki hubungan dengan perusahaan saingan ayahnya yang baru saja
mereka bicarakan. Jieun harap Myungsoo tidak mengetahui siapa Luhan.
Sementara Myungsoo sedikit terkejut.
Namjachingu Jieun ? bukankah namja belasan tahun di Mall waku itu namjachingu
Jieun ? lalu apa Jieun mempunyai banyak namjachingu ? Aaah kenapa Myungsoo
harus memusingkan urusan orang lain seperti ini.
“Tapi mana-“
“Ah simpan pertanyaanmu sajangnim, saya ingin ke toilet sebentar” sela Jieun
sebelum Myungsoo bertanya. Myungsoo menghembuskan nafas. Luhan mulai mendudukan
dirinya disofa yang sama yang diduduki Myungsoo.
Hening ..
Namun sedetik kemudian Luhan
memulai pembicaraan.
“Jadi Anda atasan Jieun yang
bernama Myungsoo ?”
“Benar, apa manager Lee pernah
membicarakanku pada anda ?”
“Tentu, ia bilang anda sangat
bijaksana”
“Uhuuk” Myungsoo terbatuk kecil
“Benarkah ?” tanya Myungsoo dengan raut tak yakin. Sementara Luhan hanya
mengangguk kecil dan menyembunyikan tawa kecilnya. Jieun sudah menceritakan
seperti apa Kim Myungsoo itu, namja yang membuat Jieun kesal selama dikantor.
Jieun menceritakannya saat mereka makan siang waktu itu. Sekarang Luhan tahu
seperti apa tampang namja yang selalu membuat Jieun kesal dan uring-uringan.
Namun sekarang Luhan sedikit khawatir. lihatlah Myungsoo, menurutnya namja itu
lumayan tampan meski terlihat dingin. Bagaimana jika mereka- ah tidak tidak.
Luhan ingin membuang semua pikiran buruknya.
Jieun kembali dari toilet,
berjalan dengan pelannya dan tertatih dengan tongkat kayu. Kembali duduk
keranjangnya dan kini menatap dua namja yang tak jauh dihadapannya.
“Apa yang ingin kau tanyakan tadi sajangnim
?”
“Ah itu, kurasa kau akan menyesal
dengan apa yang akan kutanyakan” Jieun dan juga Luhan mengernyit tak mengerti.
“Maksud anda ?”
“Kau bilang tuan Luhan ini
namjachingumu lalu siapa namja yang pernah kutemui di Mall waktu itu ?” Kini
Luhan sama tajamnya dengan pandangan Myungsoo yang meminta penjelasan pada
Jieun.
“Bfftt-“ Jieun menahan tawanya
membuat kedua namja itu makin mengerutkan kening tak mengerti. Dimana letak
humor dari pertanyaan Myungsoo. Luhan menginginkan penjelasan siapa yang
Myungsoo maksud dengan namja lain yang ia temui dan Myungsoo hanya sekedar
ingin tahu kenapa Jieun mempunyai dua namjachingu yang berbeda plus berniat membuat
Jieun malu dengan membongkar jika Jieun mempunyai namjachingu lain yang lebih
muda.
“Sekarang saya jelaskan, namja
saat di Mall waktu itu adalah adik saya, Lee Min ki dan bukan namjachingu
seperti yang anda kira sajangnim”
“Buahaha” seketika Luhan tertawa
namun langsung diam saat Myungsoo meliriknya tak suka. Ia mengerti sekarang,
ternyata namja yang dimaksud Myungsoo adalah adik Jieun sendiri.
“Kenapa kau tidak memberitahuku manager
Lee ?”
“Anda menyela duluan sebelum saya
menjelaskan waktu itu”
Niat untuk mempermalukan Jieun
didepan Luhan justru berbalik padanya. Myungsoo merasa malu sekaligus menyesal
karena berfikiran jika Jieun mengencani anak dibawah umur seperti perkiraannya.
“Ekhem .. kalau begitu aku pergi
dulu, ayah pasti membutuhkanku. Annyeong Luhan-ssi dan manager Lee”
“Ne” Myungsoo membenarkan jasnya
sebelum akhirnya memilih beranjak dan
pergi.
Sementara Jieun dan Luhan berpandangan lalu-
“Buahaha .. lihat wajahnya” ucap
Luhan.
“Benar, aku puas kali ini” ucap
Jieun tak bisa lagi menahan tawanya.
“Hahaha”
Tak henti-hentinya mereka
menertawai Myungsoo.
“Diakah orang yang kau ceritakan
?”
“Benar”
“Akhirnya kau bisa membalasnya”
“Benar, aku senang sekali
sekarang. Tapi Lu”
“Hmm ?”
“Jangan sampai ia tahu kalau kau
anak dari pimpinan Xiao Mi”
“Perusahaan lagi ?”
“Ayolah ini demi kita kebaikan
kita semua”
“Baiklah”
_
Satu Minggu berlalu dan Jieun
sudah boleh meninggalkan rumah sakit begitu juga Luhan. Kembali ke rutinitas
mereka berdua dan kembali tinggal bersama.
“Ada apa ayah memanggilku ?”
“Tinggalkan yeoja bernama Jieun
itu” Luhan mendongak dengan raut wajah terkejut. Kenapa ayahnya tiba-tiba
seperti ini ? apa mungkin ia sudah tahu siapa Jieun sebenarnya ?
“Ayah sudah tahu”
“Maksud ayah ?”
“Jangan berpura-pura tidak tahu !
dia orang kepercayaan di perusahaan Kim Corp bukan ? kau tahu apa artinya itu
?”
“Aku tidak tahu a ayah”
“Jangan bodoh, Luhan ! dia bisa
membahayakan perusahaan kita ! ayah tidak mau tahu kau harus meninggalkannya,
beraninya kau tidak memberitahu ayah siapa dia sebenarnya”
“Tapi aku mencintainya ayah”
“Bullshit dengan cinta ! ayah
tidak ingin membahayakan perusahaan hanya demi cintamu pada orang yang salah,
apa kau tidak berfikir jika mungkin dia mempunyai misi khusus untuk mengorek
informasi dari perusahaan kita lewat dirimu ? Hah !?”
“Ta tapi ayah”
“Tinggalkan dia atau ayah akan
bertindak” Luhan menghirup udara dalam-dalam dan-
“Aku tidak akan meninggalkannya,
ayah harus tahu itu”
“Berani-beraninya kau !”
Luhan beranjak pergi dari hadapan
ayahnya. Tak mengindahkan teriakan-teriakan ayahnya yang masih belum selesai
berbicara dengan penuh emosi yang meluap-luap.
<<>>
Jieun menghampiri Luhan yang
terduduk didepan televisi namun pikirannya terlihat entah kemana. Menghampiri
Luhan dengan dua gelas cokelat panas buatannya.
“Sayang”
“...” Luhan tidak merespon membuat
Jieun mengernyit. Sebenarnya apa yang sedang kekasihnya itu pikirkan ? Memilih
duduk disampingnya dan meletakan dua gelas yang dibawanya diatas meja.
“Luhan” sekali lagi memanggil
pelan kekasihnya yang terlihat tidak biasa dimata Jieun.
“E eoh ? apa ? kenapa Ji ?” Jieun
memandang dengan tatapan yang berbeda.
“Ada apa denganmu ?” tanya Jieun
dengan mimik muka serius.
“A ah tidak, tidak ada apa-apa
denganku”
“Benarkah ?” Luhan mengangguk yakin
seraya tersenyum kecil. Jangan sampai Jieun tahu jika ayahnya sudah mengetahui
pekerjaan Jieun dan sangat keberatan dengan hubungan mereka.
“Ya sudah, ini minumlah aku
membuatkannya untukmu”
“Wa wahh tumben kau membuat
cokelat panas, baiklah aku akan mencobanya” Jieun tersenyum simpul seraya masih
memandang dengan tatapan lain kearah Luhan.
Pasti ada yang disembunyikannya dariku
<<>>
Pukul 07.14 pagi, Jieun dan Luhan
tengah duduk berhadapan disebuah meja makan dengan penampilan dan piyama mereka
yang terlihat lusuh. Menyantap roti bakar buatan Luhan dengan mata mengantuk. Rutinitas
pagi yang biasa mereka jalani setiap hari. Jieun memakan roti itu seraya
memperhatikan Luhan. Sikap Luhan tadi malam masih mengganggu pikirannya.
Sekarang pun masih sama, Luhan terlihat sedang memikirkan sesuatu yang Jieun
ingin tahu.
Setelah sarapan pagi, mereka
bersiap-siap untuk pergi bekerja. Jieun sibuk dengan membuat eye liner
dimatanya sedangkan Luhan sibuk mencari kemeja favoritnya.
_
“Sayang”
“Hmm ..”
“Mungkin aku akan pulang telat”
“Wae ?”
“Aku akan keluar kota untuk
pertemuan membahas proyek dari kantor”
“Eumm kalau begitu hati-hatilah
dijalan”
“Hmm” Jieun mengangguk setelah
selesai memakaikan dasi di kerah kemeja Luhan.
“Tunggu dulu, Dengan siapa kau
kesana ?”
“Dengan Kim sajangnim”
“Kim ? Maksudmu Kim Myungsoo ?”
tanya Luhan dengan sedikit memicing membuat Jieun bingung kenapa reaksi Luhan
terlihat berbeda. Jieun hanya mengangguk.
“Andwae”
“W wae ?”
“Kenapa harus dengannya sih ?”
“Presdir yang memintanya”
“Oh Sayang tak tahukah kalau aku
tidak suka kau dekat-dekat dengannya ?” Luhan terlihat lucu dimata Jieun saat
sedang cemburu seperti itu.
“Aku pun sangat tidak suka tapi
apa boleh buat ?” Luhan hanya melipat mukanya. Sangat terlihat ia sedang kesal.
“Aku harus profesional kan ?”
tanya Jieun pada Luhan hanya untuk memastikan bahwa ia juga tidak bisa menolak
untuk terus berurusan dengan Myungsoo karena tuntutan kerja.
“Ah molla”
“Aigoo .. Luhanku terlihat seperti
gadis remaja yang sedang datang bulan” ucap Jieun mencoba mencairkan suasana,
terkekeh kecil berharap Luhan tidak lagi marah.
“Geumanhae, sama sekali tidak
lucu”
“Oh ayolah, kau akan marah terus
hanya karena cemburu pada namja bernama Myungsoo itu ?”
“Siapa yang cemburu padanya !?” elak
Luhan.
“Aih mengaku saja”
“Tidak, aku tidak cemburu padanya”
“Iya iya, ya sudah aku berangkat”
“Aku juga akan berangkat”
“Kalau begitu ayo”
“Hanya sampai parkiran ?”
“Tentu saja, kita kan berbeda
kantor dan mobil”
“Hufft, kapan aku bisa mengantarmu
ke kantor ?”
“Luhan, bagaimana jika ada yang
tahu kau anak dari-“
“Ne ne .. sudah jangan kau bahas
lagi” Luhan berjalan mendahului Jieun yang masih memakai high heels nya.
Sedangkan Jieun hanya bisa menghela nafas namun Sebersit ide muncul dibenak
Jieun.
“Aakh ..” suara jeritan kecil
Jieun membuat Luhan menoleh dengan raut cemas. Kembali berbalik dan menghampiri
Jieun.
“W wae ?” tanyanya. Jieun
mendongak, menarik dasi Luhan dan-
Chu~
Mengecup pelan bibir namja itu
seraya tersenyum kecil.
“Jangan menjadi namja yang terlalu
pecemburu oke” ucap Jieun dan membuat Luhan tersenyum kecil.
“Dasar nakal” ucap Luhan dengan
sentilan kecil dihidung Jieun.
<<>>
Luhan terlihat gelisah,
jari-jarinya mengetuk-ngetukan diatas meja kerjanya tak mau diam. Masih
memikirkan ucapan ayahnya saat berkata bahwa ia akan bertindak karena Luhan
tidak memenuhi permintaannya untuk menjauhi Jieun. Luhan tahu benar, seperti
apa watak ayahnya. Tuan Xi pasti serius dengan kata-katanya. Luhan tidak ingin
terjadi apa-apa dengan Jieun karena ayahnya.
Ia penasaran, tindakan apa yang
akan ayahnya lakukan untuk memisahkan dirinya dengan Jieun. Yang pasti sesuatu
yang tidak diharapkan tapi apa. Haruskah Luhan menunggu sampai ayahnya
bertindak ? lalu bagaimana jika ayahnya benar-benar berniat membahayakan
kekasihnya itu. Akh, memikirkannya saja membuat kepala Luhan serasa ingin
pecah.
Luhan bingung, ia tidak tahu harus
berbuat apa. Ia hanya bisa menghela nafas panjang.
“Sajangnim” Luhan menoleh pada
bawahannya yang masuk keruangannya.
“Ada apa ?”
“Ada seseorang yang ingin bertemu
dengan anda ?”
“Siapa ? kurasa aku tak mempunyai
janji dengan siapapun hari ini”
“Dia bilang anda pasti akan
menemuinya” Luhan mengernyit, sebenarnya siapa yang ingin bertemu dengannya ?
“Ya sudah, Suruh dia masuk”
“Ne” bawahannya itu mengangguk
seraya membungkuk kecil lalu keluar dari ruangan Luhan.
Terdengar pintu terbuka,
menampakan wanita berambut panjang bergelombang dengan mini dress dan blazer
hitam dengan bross kupu-kupu yang tampak mencolok. Mata besar, hidung mancung,
dan bibir tipis menghiasi wajahnya. Kulit putih susunya terlihat makin bersinar
saat terterpa matahari.
“Long time no see, Lulu” ucap
yeoja itu dengan senyum manisnya. Luhan mengernyit namun sedetik kemudian
matanya melebar.
“Lim Hana ?” Sebuah lengkungan
senyum terpatri diwajah wanita yang masih berdiri didepan pintu ruangan Luhan.
<<>>
Jieun masih memeriksa beberapa
dokumen yang ia bawa sedangkan Myungsoo yang bosan memilih memandang keluar
jendela mobil yang membawa mereka keluar kota untuk urusan bisnis. Ayahnya tak
pernah kehabisan akal untuk membuat ia dan Jieun selalu bersama. Namun entah
kenapa ada sedikit rasa senang saat melihat yeoja bawel itu, siapa lagi jika
bukan Jieun. Ya memang ia akui, ia sudah banyak belajar dari Jieun tentang
bagaimana menjalankan perusahaan yang sedikit banyak mengubah pemikirannya.
“Kau sudah mempersiapkan semuanya
?” tanya Myungsoo memecah keheningan.
“Ne sajangnim”
“Lalu untuk apa kau masih
memeriksanya ?”
“Hanya sekedar untuk memastikan”
“Kau orang yang sangat teliti”
“Terima kasih atas pujiannya”
“Cih, aku tidak memujimu. Kau
justru terlihat sangat menyeramkan, kau seperti mesin yang setiap waktu
bekerja”
“Ini profesional dan bukanlah
sesuatu yang menyeramkan sajangnim”
“Ne ne terserah, Lee saem memang
selalu benar” Jieun mengernyit, menoleh memandang Myungsoo yang menatapnya
balik.
“Kenapa sajangnim memanggil saya
Lee saem ?”
“Karena kau seperti guru killer
disekolahku dulu”
Aiissh jinjja, namja ini memang benar-benar menyebalkan
dan seenaknya sendiri.
“Ahaha ..” Jieun hanya tertawa
dengan ekspresi tidak ikhlas, justru terlihat seperti menertawakan lelucon yang
sama sekali tidak lucu alias garing. Dan menampilkan ekspresi datarnya seraya
kembali memeriksa dokumen yang ada dipangkuannya. Kertas-kertas itu jauh lebih
menarik dari pada meladeni namja disampingnya. Jieun hanya akan menambah kerut
diwajahnya jika terus meladeni Myungsoo, itu pikirnya.
_
Mereka tiba disebuah restoran
dekat pantai yang terlihat sangat biasa, Jieun dan Myungsoo pun turun dari
mobil sementara sang sopir meminta izin untuk pergi mencari bensin selama Jieun
dan Myungsoo disana karena bensin mobil itu hampir habis.
Myungsoo mengernyit memandang
restoran dihadapannya itu.
“Apa tidak ada tempat lain untuk
bertemu ? apakah klien kita ini benar-benar orang penting ?”
“Tempat ini belum berkembang dan
rencananya memang ia akan menjual tempat ini pada perusahaan kita sajangnim”
“Oh” Myungsoo mengangguk kecil dan
mulai kembali menjalankan kakinya memasuki restoran itu.
Mereka bertemu dengan yeoja paruh
baya yang terlihat modis, memakai kacamata hitam, lipstik merah menyala dengan
anting-anting besar dikedua telinganya. Jujur Jieun justru ingin tertawa
melihat pemandangan itu namun ditahannya.
Satu jam waktu yang cukup untuk
mendengar berbagai penjelasan dari sang pemilik tempat itu dan menandatangi
perjanjian. Mereka pun berlanjut untuk meninjau lokasi dan melihat-lihat.
“Ini tempat yang cocok untuk
membuat resort bukan ? kalian tidak akan rugi membeli tempat ini” ucap yeoja
itu terlihat meyakinkan.
“Maaf Nyonya tapi kenapa anda
berniat menjualnya jika mengetahui tempat ini memiliki investasi yang bagus ?”
“Aaah, sebenarnya ini adalah
warisan orang tuaku dan aku berniat menjualnya agar bisa dibagi rata dengan
saudara-saudara ku” Jieun mengangguk mengerti. Kembali mengalihkan pandangannya
dan melihat-lihat.
Tempat ini memang benar-benar indah, aku seperti berada
dipulau Jeju saat melihatnya. Jika membangun resort pasti akan mendapat prospek
yang bagus.
Pertemuan hari ini pun berakhir.
Jieun dan Myungsoo masih memandangi hamparan luas tanah dekat laut itu.
“Tempat ini akan memiliki nilai
tinggi jika kita mengembangkannya, saya yakin” ucap Jieun.
“Benar, kurasa juga begitu,
pemandangan ini benar-benar cocok untuk membuat sebuah resort”
“Dan kita beruntung karena harga
tempat ini tidak terlalu mahal”
“Benar. Tempat ini akan bernilai 2
kali lipat dari harga yang kita beli jika berhasil dikembangkan”
“Mungkin bisa juga lebih sajangnim,
Sepertinya anda sudah belajar banyak sajangnim"
"Tentu,
aku orang yang cepat menyerap sesuatu"
Cih tapi kau orang yang tidak bisa
dipuji
"Dan
semua itu berkat dirimu juga" tambah Myungsoo.
Jieun
mengernyit, apa Myungsoo tak salah ? Akhirnya dia mengakuinya juga. Ada sedikit
rasa senang terbersit dihati Jieun. Seperti guru yang senang karena muridnya
mendapat nilai bagus. Tak elak membuat Jieun sedikit tersenyum kecil.
Rintik-rintik
air hujan mulai turun dan membuat dua orang yang masih menatap jauh hamparan
Laut itu bertemu pandang.
"Aiish
kenapa harus hujan" rutuk Myungsoo.
Myungsoo dan
Jieun pun sedikit berlari menyelamatkan diri dari hujan menuju restoran pertama
yang mereka kunjungi ditempat itu. Duduk dengan teh hangat yang mengepul Seraya
menatap dalam diam rintik rintik hujan yang semakin deras.
Jieun
mengernyit saat melihat Myungsoo kebingungan merogohi saku jasnya dan terakhir
merogoh saku celana panjang berbahab kain yang dipakainya.
"Ada apa
sajangnim ?"
"Ponselku,
dimana ponselku ?"
"Tidak
ada ? Mungkin anda lupa sajangnim"
"Aah
benar, pasti tertinggal dimobil. Aku hanya ingin menelpon supir itu, kenapa
lama sekali"
"Anda
bisa memakai ponsel saya" Jieun membuka tasnya dan mengeluarkan ponselnya
lalu menyerahkan pada Myungsoo. Namja itu berniat menghubungi si supir untuk
cepat menjemput mereka.
<<>>
"Hujan"
lirih yeoja itu saat memandang keluar dari balik jendela Caffe.
"Jadi
bagaimana kabarmu Lim Hana ?" gadis berparas mungil itu mengalihkan
perhatiannya dari hujan dan kembali memandang Luhan.
"Aku
baik, kau lihat sendiri kan aku tumbuh menjadi wanita yang cantik"
"Haha,
kau tidak berubah. Lalu kenapa kau kembali ?"
"Kau
tidak senang teman lamamu ini kembali ? Hmm ?" ucap yeoja bernama Hana
dengan raut kesal yang mengada-ada.
"Aniyo
bukan begitu, aku hanya penasaran"
"Aku
dipindah tugaskan kesini"
"Jadi
kau akan di Korea berapa lama ?"
"Entahlah,
Belum bisa dipastikan"
"Tapi
aku senang bisa melihatmu lagi"
"Aku
juga"
Amat sangat senang,Lulu. Lanjut Hana dalam hati.
Lim Hana
adalah teman masa kecil Luhan yang sempat akan dijodohkan dengannya karena
hubungan baik antar kedua keluarga namun semua itu batal saat keluarga Hana
pindah ke China. Ayah Luhan dan ayah Hana mempunyai hubungan baik entah itu
sebagai rekan bisnis maupun persahabatan. Dan kini mereka bertemu kembali
dikorea setelah hampir 10 tahun lamanya.
"Jadi,
ceritakan padaku tentangmu selama dikorea ?"
"Yah,
tidak ada yang berubah. Eomma yang perhatian, Appa yang sibuk dan eonni-eonniku
yang juga sibuk sendiri. Tapi sekarang aku tinggal bersama yeojachinguku, kau
pasti akan menyukainya saat bertemu dengannya" ucap Luhan dengan pancaran
mata berbinar.
Yeojachingu ?
"Kalian
tinggal bersama ?" Luhan mengangguk dengan senyum kecilnya.
"Seperti
apa dia ?"
"Ia
cantik dan mungil sepertimu, juga pekerja keras"
"Daebak,
aku ingin bertemu dengannya"
"Tapi
ayah menentang hubungan kami" wajah Luhan berubah muram.
"Kenapa
?" Luhan hanya bisa menghembuskan nafas.
"Ceritanya
panjang" ada gurat kacau yang Hana lihat dari wajah namja dihadapannya
itu.
Dan pertemuan Luhan dengan teman masa kecilnya berakhir dengan
curhatan-curhatan tentang apa yang ia alami semenjak Hana tidak tinggal lagi di
Korea.
<<>>
Ini bencana
Jieun duduk
disudut ruangan yang tak cukup besar dengan selimut tebal yang sedikit kumal
ditubuhnya. Sementara namja itu menguasai kasur lantai yang memang hanya ada
satu diruangan yang sama. Bagaimana kedua orang itu bisa berakhir disana ?
Myungsoo yang
meminjam ponsel dari Jieun berniat untuk menelpon sang supir yang mereka
nantikan ternyata kehabisan baterai saat suara sang supir baru berucap
sepenggal. Membuat keduanya tak punya jalan lain selain menunggu direstoran itu
sampai restoran itu tutup namun sang supir tidak kinjung datang. Terpaksa Jieun
bertanya pada sang pemilik restoran, adakah penginapan didekat sana yang bisa
mereka gunakan dan sipemilik restoran menjawab jika tidak ada penginapan
disekitar sana. Melihat Jieun dan Myungsoo yang iba, si pemelik restoran
menawarkan mereka untuk menginap disalah satu kamar dirumahnya dan berakhir lah
keduanya diruangan kecil dengan dinding kayu itu.
"Sajangnim"
"Mwo ?
Jangan harap aku akan kasihan dan menawarkanmu untuk tidur dikasur ini"
"Ada
kecoa dikepalamu"
"Ya
yaak, mana mana, Aaaa .. Singkirkan dariku"
Jieun justru
terkekeh melihat Myungsoo yang langsung menggeliat dengan teriakannya yang
seperti gadis remaja mendapati jerawat diwajah mereka akibat memakan kacang.
"Aku
hanya bercanda" ucap Jieun kemudian. Membuat Myungsoo yang menggelinjang
tak karuan langsung terdiam dan menatap Jieun tak senang.
"Kau !
Dasar menyebalkan. Bisa-bisanya disaat seperti ini mengerjaiku"
"Pasti
ini pertama kalinya sajangnim tidur ditempat seperti ini"
"Jangan
Sok tahu"
"Dulu,
saya bahkan pernah semalaman tidak tidur hanya karena kamar saya bocor
dibeberapa bagian, terdapat banyak mangkuk yang menampung tiap tetesan"
Myungsoo
tiba-tiba terdiam, masih memperhatikan Jieun berbicara dengan sendirinya.
"Tapi
ayah memeluk saya sepanjang malam dan membacakan cerita meski ia tahu saya
tidak bisa tidur karena kamar yang bocor"
"Ayahmu
pasti orang yang sangat baik" timpal Myungsoo. Entah mengapa ada perasaan
aneh saat melihat Jieun membicarakan sesuatu tentang keluarganya. Seakan hilang
semua imej tegas dan tegar yang ada dalam diri gadis itu, pikir Myungsoo.
"Dia
ayah terhebat bagi saya sajangnim. Dulu, saya juga pernah begitu marah saat Min
ki, adik saya dilempari roti berjamur karena terus memandangi toko roti tanpa
pernah membelinya. Sejak itu saya bertekad untuk menjadi orang yang berhasil
dan memberikan apapun yang keluarga saya inginkan dengan jerih payah saya
sendiri. Semuanya cukup terbayar sekarang, saya cukup bangga karena bisa sampai
menjadi seperti sekarang"
Perkataan
Jieun membuat Myungsoo sedikit sadar. Ia hanya secuil kerikil jika dibandingkan
dengan Jieun. Ia belum pernah berjuang sebegitu kerasnya seperti Jieun demi
keinginannya. Myungsoo hanya bisa merasa kesal saat ayahnya tak memberikan
jabatan diperusahaan pusat ketika Myungsoo begitu menginginkannya tanpa
perjuangan yang berarti. Tapi Jieun berjuang dari nol untuk bisa seperti
sekarang.
Sekarang
Myungsoo tahu kenapa Jieun begitu keras bekerja. Kenapa begitu terlihat
berambisi, mungkin bukan ambisi tapi semangat yang kuat. Seperti dorongan yang
kuat yang membuatmu menginginkan pembuktian yang bisa kau raih secara maksimal.
"Manager
Lee"
"Ya ? Ah
maaf jika saya justru menceritakan hal yang tidak ingin anda dengar, saya hanya
terbawa suasana"
"Tidak
apa, cerita mu justru sangat menarik untuk didengar. Ah iya soal Min ki, aku
sangat menyesal mengatakan kalau kau memiliki hubungan dengannya" Jieun
sedikit tersenyum dan menjawab-
“Gwenchana
sajangnim”
“Tapi aku
benar-benar tidak tahu waktu itu jika ia ternyata adikmu”
“Kami memang
tidak terlalu mirip, dia mirip ibu dan aku mirip ayah” Myungsoo mengangguk
kecil.
“Sudah malam
sebaiknya kita tidur”
“Ne”
Disisi lain
Luhan justru dibuatnya gelisah dengan tidak pulangnya Jieun. Kemana Jieun,
berulang kali ia menghubungi keponselnya tapi tidak tersambung. Apa mungkin ia
pulang keapartementnya ? Tapi kenapa sama sekali tidak memberi kabar pada
Luhan. Tak tahukah Jieun jika Luhan sangat mencemaskannya.
Luhan yang
bosan mondar-mandir didepan televisi Seraya menghubungi Jieun akhirnya
menyerah. Ia duduk disofa, waktu menunjukan pukul 10 malam, baiklah tidak ada
cara lain selain menunggu Jieun. Luhan masih menunggu sampai ia tertidur disofa
dengan televisi menyala.
__
Hana menyesap
wine ditangannya Seraya memandangi bingkai foto berisi anak perempuan dan anak
laki-laki tersenyum ceria. Pandangannya menyiratkan sesuatu.
"Lulu,
kenapa kau bisa berpaling dariku ? Tak tahukah kau kalau aku sangat menyukaimu
sejak dulu ?" gumamnya pada foto yang dipandanginya. Foto yang tak lain
adalah dirinya dan Luhan saat mereka kecil. Hana sangat senang kembali ke Korea
hanya karena satu hal, yaitu Luhan.
Dulu ia
sangat senang saat mendengar bahwa mereka akan dijodohkan tapi sangat amat
sedih bahwa mereka harus berpisah karena kepindahannya ke China. Andai semua
itu tidak terjadi mungkin sekarang ia sudah menyandang sebagai tunangan Luhan.
Teman sekaligus namja yang ia sukai. Ia tahu Luhan hanya menganggapnya teman
biasa, tapi perasaan Hana jauh berbeda. Ada benih-benih cinta yang mulai
membesar saat ia tumbuh bersama Luhan.
"Tapi
siapa itu Jieun ?"
"Kau
terlihat sangat menyukainya saat membicarakannya"
<<>>
Jieun
menggeliat kecil saat matanya mulai terbangun. Menguap kecil dengan garukan
ringan dikepalanya yang gatal. Mengernyit saat menyadari sesuatu.
"Ke
kenapa aku bisa ada disini ?" gumamnya. Ya, Jieun tidur diatas kasur
lantai satu-satunya dikamar itu. Matanya menatap Myungsoo yang meringkuk tidak
beralaskan apapun, hanya tidur diatas lantai kayu kamar itu.
"Apa
mungkin ..."
Tak lama
Myungsoo pun menggeliat dan bangun.
"Kau
sudah bangun ?" tanyanya pada Jieun.
"Ne
sajangnim, tapi kenapa aku bisa ada disini ?"
"Aku
yang memindahkanmu, aku tidak tega melihatmu meringkuk disana dan tidak perlu
berterima kasih"
Ternyata kau punya simpati juga
"Ah
gamsahamnida sajangnim"
"Manager
Lee "
"Ya
?"
"Bisakah
kita memanggil nama jika diluar kantor"
"Ah tapi
kenapa sajangnim ?"
"Tidak,
aku hanya ingin berteman denganmu"
Ke kenapa dengannya ? Apa tidur
ditempat seperti ini membuat otaknya konslet ?
"Ah
tentu, tentu saja sajang- eh Myungsoo-ssi" Myungsoo sedikit menyunggingkan
senyum.
Daebak, baru kali ini aku melihat
si es ini tersenyum.
"Kalau
begitu ayo kita pulang Jieun-ssi" Jieun mengangguk lalu membereskan kasur
lantai dan berniat berpamitan sekaligus berterima kasih pada orang yang
memperbolehkan mereka menginap.
__
Luhan
terbangun saat mendengar suara pintu terbuka, ia memandang jam dindingnya dan
menyadari bahwa hari sudah pagi. Dan ia tertidur disofa sejak malam tadi karena
menunggu Jieun.
Tampaklah
gadis yang ia tunggu itu masuk Seraya sesekali memijat tengkuknya.
"Dari
mana kau semalaman Ji ?" Jieun mendongak, menatap namjanya yang terlihat
kusut.
"Ah
sayang, akan kujelaskan nanti, sekarang aku hanya ingin mandi dan makan dulu,
akan kujawab nanti oke" Luhan membuang nafasnya kasar. Beranjak dan
berjalan kearah Jieun lalu menarik lengannya membuat Jieun memandangnya heran.
"Kau
punya ponsel kan ? Apa sulitnya mengabariku ? Apa begitu sulit untuk memberi
kabar padaku tentang keadaanmu , tak tahukah kau jika aku mencemaskanmu
semalaman eoh ?"
Jieun diam
seribu bahasa. Menyadari Raut kecemasan dari sang kekasih.
"Apa kau
terjebak karena mobil bocor dan ponselmu hilang sampai kau tidak bisa
mengabariku ? Eoh ?" lanjut Luhan. Dia mencemaskan Jieun luar biasa tapi
Jieun terlihat biasa-biasa saja dengan raut muka tidak bersalah.
Jieun
mendekat, meraih lengan Luhan yang memegangnya. Menggenggam tangannya lembut.
"Maaf
jika aku membuat mu cemas sayang tapi aku benar-benar sedang lelah, aku akan
menjelaskannya nanti eoh" ucap Jieun lembut. Meminta pengertian namja
dihadapannya.
"Kau
memang tidak pernah menghargaiku sejak dulu" ucap Luhan geram, ia
menghempaskan lengan Jieun dan beranjak pergi dengan menyambar kunci Mobilnya.
Membuat Jieun hanya bisa menatapnya diam Seraya menghembuskan nafas kasar.
"Sial"
gumamnya.
<<>>
Luhan tidak
pulang keapartement tiga hari setelah
pertengkarannya dengan Jieun. Ia tinggal diapartement Hana karena jika ia
pulang kerumah pasti ayahnya akan membicarakan tentang Jieun.
"Sebenarnya
ada apa dengan kalian ?"
"Hanya
pertikaian kecil"
"Kenapa
tidak pulang kerumahmu, kenapa malah keapartement ku"
"Ayolah
Hana-ya, otaku sedang kacau, tidak bisakah kau tidak banyak bertanya"
Melihatmu seperti ini karena
wanita itu entah mengapa membuatku kesal. Apa kau benar-benar serius dengannya
?
Sehebat apa wanita itu sampai
membuatmu seperti ini.
<<>>
Jieun memakan
makanannya dengan tidak bernafsu, menyeruput kecil jusnya yang masih penuh.
Kemana Luhan ? Apa ia masih marah padanya hingga tak pulang keapartement
mereka.
Tak menampik
kalau Jieun merindukan namja itu karena tiga hari tak bertemu dan tidak ada
kabar. Tega sekali Luhan melakukan itu padanya. Bahkan pesannya pun tidak ada
yang dibalas satupun.
"Manager
Lee ?" Jieun tersadar dari lamunannya saat sebuah panggilan didengarnya.
Mendongak pada namja dihadapannya.
"Oh
sajangnim?"
"Boleh
aku duduk disini ?"
"Tentu,
tentu saja" ucap Jieun dengan senyum kecil.
"Kau
terlihat banyak pikiran, ada apa ?"
"Ah
gwenchana hanya masalah kecil sajangnim"
"Oh"
Myungsoo mulai memakan makanan yang dibawanya tadi dan Jieun kembali termenung.
<<>>
“Kau sudah
melakukannya ?”
“Ya presdir
Xi” Namja paruh baya itu tersenyum seraya menyenderkan punggungnya. Sedikit
memiringkan wajahnya seraya memandang keluar jendela. Seakan menerawang jauh.
Apa yang
direncanakan Ayah Luhan ? apa mungkin ia sudah merencanakan sesuatu untuk
memisahkan anaknya dengan gadis bernama Jieun itu ?
To be
continued
Lanjut thor, tambah seru nih kykx 👍
ReplyDeleteIya sip
DeleteMakasih udh komen :)