Cast : Lee Jieun [IU], Xi Luhan, Kim Myungsoo [L] etc.
Genre :
Drama, romance, life.
Length: Chapter.
Jieun
berjalan dengan senyuman diwajahnya saat Luhan sudah berada direstoran tempat
mereka janjian bertemu untuk sekedar makan malam. Namja itu tengah duduk manis
seraya memainkan ponselnya.
“Hai sayang” Luhan menoleh dan
tersenyum melihat Jieun datang.
“Hai manis”
“Sudah lama menunggu ?” tanya
Jieun seraya mendudukan diri.
“Belum ..” Luhan menatap arlojinya
“Baru 15 menit”
“Omo, mian”
“Gwenchana. Jadi bagaimana
dikantor hari ini ?”
“Haah” Jieun menghembuskan nafas
lewat mulutnya “Seperti itu lah” jawab Jieun dengan ekspresi enggannya.
“Seperti itu bagaimana ?”
“Akan kuceritakan saat kita sudah
selesai makan”
“Baiklah”
“Pelayan !” seru Jieun dengan
lambaian tangan kearah pelayan dengan serbet ditangannya itu. Memilih menu
makan, menunggu sampai makanan tersaji dihadapannya. Sepiring beef steak dengan
minuman segar berwarna oranye. Tak menunggu lama Jieun dan Luhan pun menikmati
makanan pesanan mereka masing-masing. Jieun Terlihat kelaparan, memakan
makanannya dengan lahap.
“Pelan-pelan” ucap Luhan yang
melihat cara makan Jieun.
“Ahehe” Jieun hanya tersenyum
lebar menanggapi ucapan Luhan. Beberapa menit mereka lewati hanya dengan diam
tanpa kata yang digunakan dengan memakan hidangan yang mereka pesan.
“Ah kenyangnya” ucap Jieun dengan
wajah berseri. Perut terisi perasaanpun senang.
“Memangnya kau tidak makan siang
tadi ?”
“Makan siang kok”
“Lalu kenapa kau terlihat
kelaparan ?”
“Aku memang lapar tapi bukan
kelaparan”
“Tapi tidak terlihat begitu”
“Aiishh” Jieun hanya mengerutkan
bibirnya lucu.
“Haha”
<<>>
Akhir pekan akhirnya Jieun, Min ki
dan Luhan pergi ke Pyok Jang untuk mengantarkan Min ki pulang karena masa libur
sekolahnya hampir usai sekaligus untuk menjenguk makam ayah Jieun seperti yang
sudah direncanakan.
Dua orang itu membungkuk hormat
didepan sebuah makam yang menggunduk dengan rumput halus disana.
“Ayah apa kabar ?” tanya Jieun
pada makam ayahnya.
“Annyeonghaseo aboenim” ucap Luhan
yang mendapat pandangan Jieun seraya tersenyum.
“Perkenalkan saya namjachingu
Jieun, ia wanita terhebat yang pernah saya temui. Tentu saja, itu pasti karena
didikan anda. Tapi kadang cukup malas untuk belajar memasak” Jieun melirik
kesal.
“Ahaha, lihat dia memelototiku
aboenim” ucap Luhan membalas tatapan Jieun seraya terkekeh.
“Tidak ayah, suatu saat pasti aku
akan pintar memasak seperti ibu. Yang harus kau tahu sekarang aku bisa
menghidupi semuanya dengan jerih payahku sendiri, aku ingin ayah bangga atas
semua yang kuperbuat” Luhan menatap Jieun dalam-dalam. Wanita itu memang
terbungkus sutra tapi jauh didalam hatinya ia tampak seperti karang yang
membutuhkan waktu lama untuk diruntuhkan.
Selesai mengunjungi makam, Jieun
dan Luhan pun berlalu kerumah ibu Jieun. Rumah sedang dengan berbagai sayuran
dihalamannya. Jieun sudah memperingatkan Luhan bahwa ibunya bukan sosok yang
pendiam. Saat Jieun dekat dengan seorang lelaki maka lelaki itu akan
diintrogasi ibunya sampai akar. Ya hampir sama saat Min Ki bertanya macam-macam
pada Luhan kala pertemuan pertama. Mungkin ibu Jieun bahkan bisa lebih parah
dari pada Min Ki.
Mata wanita berumur 40-an itu
terus menatap namja yang kini duduk sigap dihadapannya.
“Eommaaa ..” Jieun merengek karena
pandangan ibunya pada Luhan yang membuat suasana menjadi canggung sedangkan Min
ki mengintip dari balik dinding sembari sesekali terkekeh.
“Ekhem .. Jadi namamu Luhan anak
muda”
“Benar eomonim”
“Eomonim ?!” Suara ibu Jieun
sedikit meninggi. Eomonim itu terlalu akrab bagi orang yang baru pertama
bertemu.
“O oh maaf, maksud saya ahjumonim”
ucap Luhan tergagap.
“Apa pekerjaanmu ?”
“Saya seorang manager” Ibu Jieun
tampak mengangguk-angguk pelan. Masih dengan pandangan tajamnya ibu Jieun
kembali bertanya.
“Kau anak keberapa ?”
“Bungsu ahjumonim”
“Bungsu ya .. Oke itu lumayan
cocok dengan Jieun yang anak sulung. Jika kalian menikah pasti akan mendapat
banyak anak”
“Uhuukk” Jieun tersedak mendengar
penuturan ibunya yang menurutnya terlalu jauh sampai berfikiran soal
pernikahan. Harusnya ia tidak mengajak Luhan kerumahnya.
Sedangkan Luhan hanya
tersenyum mendengar ucapan ibu Jieun.
“Eomma !” Pekik Jieun.
“Diam kau Ji“ desis Ny.Lee
“Kita belum sejauh itu eomma”
lirih Jieun.
“Ya ya ya”
“Sudah hentikan semua ini, ayo
kita makan aku lapar” sergah Jieun.
“Tunggu dulu eomma belum selesai.
Jadi nak Luhan kapan kau akan melamar Jieun ?”
“EOMMA !” Suara Jieun makin
meninggi. Membuat Min ki makin terbahak mendengar percakapan yang terjadi
diruang tamu itu.
“Secepatnya ahjumonim” ucap Luhan
dengan senyuman diwajahnya membuat Jieun justru menatap Luhan tajam. Lihatlah
Luhan dan ibunya, mereka sangat cocok.
“Ahaha bagus bagus” balas ibu
Jieun seraya menepuk bahu Luhan. Jieun hanya bisa terperangah seraya memegangi
tengkuknya yang sekarang terasa kaku melihat tingkah keduanya. Salah, salah
besar membawa Luhan kerumahnya. Ibu Jieun memang menanti Jieun mempunyai
namjachingu agar bisa cepat menikah dan Luhan memang sudah memikirkan untuk
menikahi Jieun dalam waktu dekat. Harusnya Jieun memikirkan hal itu sebelum
kesini.
__
Jieun jengah saat ibunya begitu
berlebihan mengambilkan lauk pauk untuk Luhan saat mereka makan malam sedangkan
ia diabaikan seperti seseorang yang tidak ada.
“Eomma ambilkan aku juga” rengek
Jieun.
“Issh kau ini manja, ambil saja
sendiri. Kau punya tangan kan ?” ucap Ny.Lee sinis.
“Ahaha, kasihan sekali kakak ku
yang satu ini” Min ki hanya bisa menertawakan saat Jieun diacuhkan.
“Issh kau ini, jangan harap kau
boleh datang lagi ke Seoul saar libur sekolah” ancam Jieun.
“Jangan khawatir Min ki-ya, Hyung
akan menampungmu saat Jieun tak memperbolehkan mu ke apartementnya” balas
Luhan.
“Jjang ! Luhan hyung yang terbaik”
ucap Min ki heboh dengan dua jempol diudara. Sementara Jieun mencibir kearah
Luhan. Belum menikah saja, Jieun diacuhkan oleh keluarganya apalagi jika ia
menikah dengan Luhan. Mungkin ibu dan adiknya lebih menyayangi Luhan.
__
Jieun dan Luhan tengah duduk di
ayunan depan rumah Jieun. Ayunan yang dibuat ayah Jieun saat Jieun masih kecil.
“Ibumu sangat ramah”
“Benarkah ? ku kira awalnya kau
takut terus dipandanginya”
“Ahaha awalnya memang begitu. Tapi
Ji, apakah memang sejak dulu ibumu menanam sayuran seperti ini ?”
“Benar, ayah suka sayuran segar
dan ibu pun memilih untuk menanami halamannya dengan sayur dari pada tanaman
hias. Itu lebih berguna dan sehat karena ditanam sendiri dan yang paling
penting semua sayuran ini organik” Luhan
mengangguk kecil.
“Lu”
“Hmm”
“Kita pulang jam 9 saja oke ?”
“Mwo ? kukira kita akan menginap
?”
“Aku tidak bisa absen dari kantor
tanpa pemberitahuan sebelumnya”
“Oh bisakah sehari saja tidak
membicarakan pekerjaan ?”
“Tidak bisa”
“Baiklah baiklah, kita akan pulang
jam 9”
“Kita bisa bergantian menyetir
jika kau mengantuk”
“Tidak, mana mungkin aku
membiarkanmu menyetir. Jalanan menuju kesini cukup terjal. Tak apa biar aku
saja”
“Baiklah”
__
“Mwo, kalian pulang malam ini juga
?”
“Benar eomma, aku banyak pekerjaan
yang tidak bisa ditinggalkan”
“Ji kau tidak kasihan pada Luhan ?
lihatlah badan kurusnya bisa saja rontok jika pulang pergi dalam satu hari
dengan perjalanan cukup jauh”
“Eomma sudahlah, lagi pula Luhan
bilang ia tidak apa”
“Benar ahjumonim, aku tidak
apa-apa” ucap Luhan yang sebenarnya sedang apa-apa. Perjalanan kesini cukup
jauh apalagi jalanan yang berliku dan menanjak membuatnya lelah namun
permintaan Jieun tidak bisa diganggu gugat. Jika Luhan tidak memenuhinya
mungkin Jieun akan pulang sendirian menaiki kereta api tanpanya.
“Panggil saja eomonim calon
mantuku”
“Ahaha baiklah”
“Aih kalian sama saja” gumam Jieun
namun masih bisa terdengar. Ibu Jieun memeluk Luhan sejenak, mengucapkan kata
hati-hati dan ucapan perpisahan lainnya. Dan setelah itu Jieun.
“Hati-hati dijalan sayang”
“Ne eomma”
“Mana Min ki ?”
“Ia sudah tidur mungkin lelah”
“Oh ya sudah kami pergi eomma”
“Ne”
Setelah berpamitan, Jieun dan
Luhan beranjak keluar rumah dan menaiki mobil yang membawa mereka kesini.
Perjalanan sekitar 6 jam sampai bisa kembali ke Seoul. Jieun sudah tertidur
disamping Luhan yang masih menyetir. Hujan lebat turun dimalam itu. Luhan masih
terfokus sampai matanya perlahan mulai mengantuk. Menggelengkan kepalanya pelan
berharap rasa kantuknya hilang. Jalanan menanjak dan menurun serta digenangi
titik air hujan yang cukup lebat membuat Luhan hanya bisa menjalankan mobilnya
pelan. Namun disebuah tikungan yang menanjak ia sedikit terkejut dengan longsor
batu yang membuatnya oleng, mengemudikan stir berusaha agar tetap dalam jalur
jalan yang benar tapi usahnya gagal dan-
“AAAA ...”
<<>>
Jieun mengerjapkan matanya
perlahan, remang-remang cahaya lampu diatasnya mulai memperjelas penglihatannya.
Memandang langit-langit yang berwarna putih diatasnya.
“Noona ?”
“Noona apa kau mendengarku ?”
“Noona ?” Tampak Min ki menatap
Jieun penuh raut khawatir. Wajahnya bahkan terlalu dekat, pikir Jieun. Saat
Jieun ingin menjauhkan wajah adiknya dan mengangkat tangannya, selang infus
menancap disana. Bingung, Jieun masih
bingung. Apa ia sedang dirumah sakit ?
“Min ki-ya” suara Jieun begitu
lemah.
“Iya noona, apa ? kenapa ? kau mau
apa ? Kau baik baik saja kan ?” Min ki terlalu banyak bicara sampai tak memberi
Jieun kesempatan untuk bertanya.
“Apa aku dirumah sakit ?” Min Ki
mengangguk cepat.
“Apa yang terjadi ?”
“Noona mengalami kecelakan karena
longsor”
“Ke kecelakaan ?”
“Benar, dimalam noona dan hyung
pulang, kami mendapat telepon dari rumah sakit pagi harinya kalau kalian mengalami
kecelakaan” Sedikit banyak Jieun mulai mengingat-ngingat. Teriakan Luhan malam
itu membuatnya bangun dan saat itu pula tubuhnya seakan terhuyung kedepan.
Setelah itu ia tak ingat lagi. Dan saat ia bangun, ia sudah berada dirumah
sakit dengan selang infus dilengan dan hidungnya. Jieun memaksakan untuk
bangun.
“Noona !? kau tidak boleh
melakukan ini !”
“Luhan, bagaimana dengan Luhan !?”
pekik Jieun dengan raut khawatir yang amat sangat.
“Tenang noona, Luhan Hyung
baik-baik saja” Min ki mencoba menenangkan kakaknya itu.
“Benarkah ?” tanya Jieun
memastikan. Nada bicaranya tak sepanik tadi. Min ki mengangguk.
“Kau mau keruangannya ?” Jieun
mengangguk namun Suara decit pintu terbuka terdengar. Membuat Min ki dan Jieun
beralih memandangnya. Tampaklah Ny.Lee dengan kantung kresek ditangannya.
“Tidak. Kau masih belum pulih,
istirahatlah dulu sayang” ucapnya.
“Eomma” lirih Jieun.
“Sekarang ayo kita makan, eomma
sudah membelikan sup untukmu”
Dan akhirnya niat untuk melihat
Luhan diurungkan karena Ny.Lee menyiapkan Jieun dan Min ki untuk makan terlebih
dahulu.
“Dia baik-baik saja, sekarang
makanlah dulu” ucap Ny.Lee lagi saat Jieun hanya memandang kosong mangkuk yang
terisi bubur.
“Mana mungkin aku bisa makan
sebelum melihatnya. Seharusnya kita menginap malam itu, mungkin semua ini tidak
akan terjadi. Ini salahku eomma” Jieun menyesal dengan tindakannya memaksa
Luhan untuk tetap pulang.
“Ini bukan salahmu sayang,
sudahlah jangan kau pikirkan. Sekarang makan dulu agar kau punya tenaga untuk
menjenguk Luhan nanti”
“Hmm” Jieun mengangguk pelan.
_
Jieun tengah
berdiri dari balik pintu ruangan yang merawat Luhan dengan Min ki yang
memegangi infusnya.
"Noona,
kenapa tidak masuk saja ?" Jieun menatap adiknya sebentar dan kmbali
memandang Luhan.
"Semua
ini terjadi karenaku" lirih Jieun dengan pandangan menerawangnya.
Lihatlah, Luhan terbaring seperti itu karena Jieun memaksa pulang malam itu.
Jika saja ia sedikit bersabar dan mengerti untuk tidak memaksa pulang ke Seoul
malam itu juga, mungkin Luhan masih baik-baik saja. Jieun merasa ia memang
selalu egois pada Luhan. dan bodohnya Luhan selalu menuruti Jieun.
"Noona,
kenapa berbicara seperti itu lagi"
"Kita
kembali saja" ucap Jieun. Melihat Luhan dari jauh lebih dari cukup
baginya. Jieun masih merasa bersalah karena kecelakaan yang menimpa Luhan.
namun saat Jieun dan Min ki berbalik, mereka berpapasan dengan namja paruh baya
berjas dengan sedikit kumis. Wajahnya tegas dan sorot matanya tajam seperti
elang. Jieun melebarkan matanya.
Dia, bukankah dia ayah Luhan ? Benar,
tidak salah lagi.
"Annyeonghaseo"
ucap Jieun spontan saat menyadari jika orang itu memang ayah Luhan. Tanpa ada
ucapan ataupun balasan sapaan, Tuan Xi memandang Jieun tajam. Memandang dengan
Raut tak suka.
"Kau,
jauhi anaku. Dari awal aku tidak setuju Luhan berhubungan denganmu dan lihat,
sekarang kau membuatnya sial"
Deg
Pertemuan
pertama namun Jieun sudah mendapat kalimat yang tidak menyenangkan dari ayah
kekasihnya.
Min ki
menatap iba kakaknya namun hanya bisa diam dan memperhatikan.
"Aku
juga tahu, kau bekerja di Kim Corp bukan ? Apa kau sengaja mendekati Luhan
untuk mendapat informasi tentang perusahaan kami hah ?"
"Saya
tidak-"
"Yeobo"
panggilan ibu Luhan pada suaminya menghentikan kalimat yang akan Jieun ucapkan.
Dari jauh tampak Ny.Xi berjalan mendekat kearah mereka dengan sekantung
makanan.
"Oh ada
Jieun" ucapnya riang.
"Annyeonghaseo
eommonim" sapa Jieun ramah.
"Annyeong.
Sudah menjenguk Luhan ? Ayo kita masuk bersama-sama ?" Jieun menatap tuan
Xi yang justru memasuki ruang rawat Luhan tanpa sepatah katapun.
"Tidak
perlu eommonim, aku sudah menjenguknya, aku permisi"
"Ah
baiklah kalau begitu, hati-hati ya sayang"
"Ne
eommonim"
Ibu Luhan
memasuki ruang rawat anaknya sementara Jieun kembali keruangannya dengan masih
memikirkan ucapan tuan Xi yang terus terngiang dikepalanya.
"Noona,
ayah Luhan Hyung kenapa kasar padamu ?" tanya Min ki. Ia merasa Luhan yang
dikenalnya sangat berbeda jauh dengan sifat ayahnya meski Min ki baru pertama
kali melihat ayah Luhan.
"Molla.
Min ki jangan katakan apapun pada eomma soal ini" Min ki hanya mengangguk
nurut.
<<>>
"Gadis
yang tadi itu yang namanya Jieun, yeobo. Dia kekasih Luhan, aku juga pernah
bertemu dengannya satu kali" ucap Ny.Xi sembari mengupas buah.
"Dia
gadis pembawa sial"
"Ya
ampun yeobo jangan berkata seperti itu. Ini hanya kecelakaan kecil yang terjadi
karena hujan"
"Kau
bilang kecelakaan kecil !? Lihat anak kita, dia masih belum sadarkan diri"
"Tenanglah,
ia akan sadar. Dokter bilang ia baik-baik saja hanya membutuhkan waktu untuk
pemulihan"
Tuan Xi hanya
bisa menghembuskan nafasnya kasar.
<<>>
Jieun tengah
berbaring diranjang ruangan inapnya Seraya menonton televisi. Sedangkan Ibunya
kembali ke apartement Jieun untuk beristirahat dan bergantian menjaga Jieun
dengan Min ki.
Suara derit
pintu membuat kedua orang didalamnya berpandagan sejenak.
"Annyeonghaseo
direktur Lee" semua bawahan Jieun menjenguk Seraya membawa bunga dan buah.
"Oh
annyeong"
"Bagaimana
keadaanmu direktur Lee ?"
"Oh ya ampun
kau terlihat pucat"
"Bagaimana
bisa kau kecelakaan direktur Lee ?"
Berbagai
pertanyaan dilontarkan para bawahan Jieun dari divisinya. Membuat suasana
diruangan itu menjadi ramai.
"Sebelumnya terima kasih, aku baik ,
tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi apakah kantor berjalan lancar hari ini
?"
"Ey
jangan khawatir direktur Lee. Semuanya aman terkendali" Jieun tersenyum.
"Ah
baguslah"
"Joon
myeon mana dia ?" tanya Jieun dan namja bawahannya itu langsung menyembul
dari arah belakang.
"Ah ye
direktur Lee ada apa ?"
"Aku
mungkin tidak bisa kekantor dalam waktu satu Minggu jadi kau harus mengirim
semua berkas-berkas penting kerumah sakit agar aku bisa memeriksanya"
"Ah ye
direktur" ucap Joon myeon patuh.
"Ya
ampun kau tidak perlu seperti itu direktur Lee, kami bisa mengatasinya.
Benarkan semuanya ?" para karyawan lain itupun mengangguk serempak.
"Tidak,
aku harus bertanggung jawab pada pekerjaan meskipun sedang sakit"
"Ah
direktur Lee memang hebat"
"Benar"
"Cepat
sembuh direktur Lee. Kami pasti merindukanmu"
"Jangan
dengarkan dia direktur Lee, dia hanya menjilat"
"Hahaha"
ruangan Jieun bergema dengan tawa yang memenuhinya.
"Benar,
kalian pasti merindukan ocehanku. Terutama kau, Kim Joon Myeon" Joon myeon
hanya tersenyum seraya menunduk kecil.
"Maka
dari itu cepatlah sembuh direktur Lee"
"Ne,
terima kasih banyak untuk kunjungan dan doa kalian semua" ucap Jieun
dengan senyum simpul.
"Ne
sama-sama. Kalau begitu kami permisi direktur Lee"
"Ah ne
hati-hati dijalan"
"Ne,
kami pamit, annyeong"
"Annyeong"
Satu persatu
bawahan Jieun mulai meninggalkan ruangan rawatnya. Menyisakan Jieun dan Min ki
yang asik bermain game diponselnya.
"Noona,
apa kau gila ?"
"Kau !
Berani-beraninya mengatai kakak mu gila"
"Ne kau
memang gila, gila pekerjaan. Kau sedang sakit lalu untuk apa masih meminta
karyawan mu untuk mengirim pekerjaanmu kesini ? Kau terlalu berambisi
noona" Ucap Min Ki.
"Noona
memang berambisi dan ambisi itulah yang membuat noona sampai pada titik ini
sekarang" bela Jieun dengan mata menatap lurus televisi. Mengganti chanel
nya asal. Min ki hanya bisa menggeleng pelan.
<<>>
"Eomma"
"Oh
sayang kau sudah sadar ?"
"Aku
dimana ?"
"Kau
dirumah sakit, kau kecelakaan bersama Jieun. Apa kau ingat ?"
Sekelebat
bayangan pada waktu kecelakaan itu terjadi memenuhi ingatan Luhan.
"Bagaimana
dengan Jieun, apa ia baik-baik saja ?"
"Dia
baik, eomma dengar ia hanya patah tulang, ia juga menjengukmu saat hari pertama
sadar"
"Menjenguk
ku ?" gumam Luhan kecil.
"Apa
ayah juga ada disini waktu Jieun menjenguk ku ?" lanjut Luhan.
"Iya,
eomma lihat mereka bercakap-cakap saat eomma datang"
"Apa
yang mereka bicarakan ?"
"Entahlah"
Apa ayah mengatakan sesuatu pada
Jieun ? Jangan sampai ayah mengatakan hal yang bukan-bukan.
"Eomma,
aku harus melihat Jieun"
"Tapi
kau masih lemah sayang"
"Aku
bisa memakai kursi roda"
"Baiklah,
eomma antar oke ?"
"Ne"
ucap Luhan Seraya mengangguk sementara Ny.Xi menyiapkan kursi roda untuk
anaknya.
_
Setelah empat
hari berlalu, Min Ki dan ibu Jieun pun pulang, kembali ke Pyok Jang atas
permintaan Jieun. Jieun merasa ia sudah baikan dan bisa mengurus diri sendiri
tanpa harus merepotkan ibu juga adiknya yang harus menjalani rutinitas
masing-masing dan semua itu terganggu akibat sakitnya Jieun.
<<>>
Jieun dan
Luhan tengah duduk ditaman rumah sakit dengan baju pasien rumah sakit mereka. Tampak
seperti lansia yang ditinggalkan keluarga.
"Benarkah
ayah ku tidak mengatakan apapun padamu ?"
"Tidak
Lu, harus berapa kali aku menjawab pertanyaanmu"
"Aku
hanya memastikan, aku tahu sifat ayahku seperti apa. Tidak mungkin ia bertemu denganmu tanpa mengatakan apa-apa"
Jieun
menoleh, meraih lengan Luhan dan menggenggamnya.
"Kau
percaya padaku bukan ?"
"Tentu,
tentu aku percaya"
"Kalau
begitu sekarang kau hanya perlu sembuh dulu dan jangan fikirkan hal yang
macam-macam. Kau tahu, aku merasa bersalah karena kecelakaan ini"
"Ini
bukan salahmu, tak perlu bersalah Ji"
“Tapi tetap
saja-“
“Ji, kubilang
tidak apa-apa” ucap Luhan tulus. Jieun rasanya ingin menangis. Luhan lelaki
yang sangat baik namun Jieun selalu saja mengesampingkannya. Ingin rasanya ia
memutuskan hubungan dengan Luhan agar namja itu mendapat perempuan yang lebih
baik dari pada dirinya.
“Luhan”
“Hmm”
“Aku merasa
aku selalu egois, kau boleh meninggalkanku kapanpun kau mau”
“Mwo ? kenapa
kau berbicara seperti itu eoh ? kau tidak sungguh-sungguh kan Ji ? apa kau
sudah tak mencintaiku ?”
“Bukan, aku
tentu saja masih dan akan selalu mencintaimu tapi-“
“Itu cukup
bagiku Ji, kau hanya perlu terus mencintaiku lagi dan lagi. Cintamu cukup untuk
ku, tak perlu kau pikirkan hal lain lagi, arraseo ?” Jieun mengangguk setelah
ia menghembuskan nafasnya pelan.
<<>>
Jieun tengah
menandatangi beberapa berkas yang dibawakan Joon myeon untuknya. Ranjang rumah
sakit itu beralih menjadi meja kerja Jieun selama ia dirumah sakit. Hanya
kakinya yang cidera dan bukan otaknya jadi ia masih bisa bekerja, itu pikirnya.
Suara derit
pintu terbuka mengalihkan perhatiaannya. Dan cukup memberikan Jieun kejutan.
"Presdir
?"
"Ah maaf
aku baru menjengukmu, kau tahu kan aku baru pulang dari Swiss, bagaimana
keadaanmu Jieun ?"
"Saya
baik presdir, hanya luka kecil dikaki" ucap Jieun dengan senyuman kecil.
"Dan
lihat ini, kau bahkan masih memikirkan pekerjaan" Presdir Kim beralih
memandang berkas-berkas dihadapan Jieun.
"Ah saya
hanya bosan dan tidak tahu harus berbuat apa jika bukan bekerja untuk mengisi
waktu luang"
"Hahaha,
kau wanita yang hebat"
Lelaki lain
disamping presdir Kim hanya bisa menampakan wajah malasnya. Belum ada sepatah
katapun keluar dari mulutnya saat menginjakan kaki diruang rawat Jieun.
"Myungsoo-ya
berikan bunganya pada Jieun" bisik tuan Kim pada anaknya. Dalam hati
Myungsoo hanya bisa berdecak Sebal. Namun tak mungkin ia menolak permintaan
ayahnya. Akhirnya ia berjalan mendekat kearah ranjang Jieun.
"Semoga
cepat sembuh" ucap Myungsoo setengah hati Seraya mengulurkan tangannya
yang menggenggam sebuket bunga mawar merah muda. Senyumnya saja terlihat
seperti kerbau yang ditarik paksa. Antara senyum tulus dan datar.
Jieun
menerima bunga itu Seraya tersenyum yang tak jauh seperti ekspresi Myungsoo.
Mengucapkan terima kasih dan tersenyum tulus justru pada presdir Kim.
"Semoga
lekas sembuh Jieun"
"Ah ne
gamsahamnida presdir Kim"
"Kalau
begitu aku pergi, masih ada urusan lain menunggu"
"Ah ye
presdir, sekali lagi terima kasih atas kunjungan anda" ucap Jieun dengan
senyuman tipis. Presdir Kim pun berlalu begitu pula Myungsoo yang mengekor
dibelakangnya. Namun tiba-tiba presdir Kim berbalik.
"Kau tetap
disini" ucapnya pada Myungsoo.
"Mwo ?
Untuk apa aku disini ayah ?"
"Bantu
Jieun dan temani dia, lihat dia begitu pekerja keras, kau juga bisa belajar
darinya"
"I itu
tidak perlu presdir Ki-"
"Lihat
ayah, ia bahkan tidak membutuhkan ku disini" ucap Myungsoo menyela
perkataan Jieun.
"Tidak,
kau harus temani dia. Ayah pergi"
"Tapi
ay-" Myungsoo menghembuskan nafas kasar saat presdir Kim tak
menghiraukannya dan menghilang dibalik pintu. Membalikan badan dengan wajah
datar menatap Jieun yang langsung mengalihkan pandangannya pada berkas-berkas
tak karuan dihadapannya. Myungsoo duduk disofa satu-satunya diruangan rawat
Jieun.
"Kau
tahu perusahaan Xioa Mi ?" Jieun mendongak mendengar ucapan Myungsoo.
"Tentu,
tentu saya tahu sajangnim. Itu adalah perusahaan saingan kita"
Dan juga perusahaan kekasihku, lanjut Jieun dalam hati.
"Betul.
Aku sudah membaca tentang perusahaan mereka dan sedikit mempelajarinya"
"Apa
yang sudah anda pelajari sajangnim?"
"Perusahaan
itu memang cukup hebat menjadi saingan kita namun kudengar mereka bisa
melakukan apapun demi mencapai keinginannya. Mereka kadang melakukan persaingan
kotor untuk menjatuhkan lawannya"
"Saya
juga sudah mendengarnya"
Itulah alasan aku menyebut tuan Xi
menyeramkan. Yang kudengar dari Luhan, ayahnya hanya membicarakan tentang
perusahaan setiap waktu. Itu membuktikan betapa berambisinya orang itu pada
kejayaan perusahaannya. Lupa pada keluarga dan hanya memikirkan perusahaan.
Menganggap anak lelakinya sebagai alat yang bisa ia gunakan untuk terus membuat
perusahaannya maju pesat.
“Tapi aku
belum pernah bertemu dengan pimpinannya hanya sering melihatnya ditelevisi dan
majalah bisnis. Saat ayah memberikan jabatannya untukku akan kusingkirkan
perusahaan Xiao Mi itu” Jieun hanya tersenyum remeh.
“Saya belum
terlalu yakin anda bisa melakukan hal itu sajangnim ?”
“Mwo !?
maksudmu kau meragukanku !?”
“Aniyo” ucap
Jieun namun tidak terlihat menyesal dengan ucapannya tadi. Jieun memang tidak
yakin dengan pengetahuan Myungsoo yang masih terlalu dini untuk memimpin
perusahaan sebesar Kim Corp. Jieun membayangkan mungkin hanya dalam satu tahun
jika perusahaan itu dipimpin Myungsoo maka semuanya akan hancur dan kacau.
“Selain
kurang ajar kau juga menyebalkan direktur Lee”
“Ah
jeosonghamnida” ucap Jieun namun masih tak terlihat menyesal, justru terlihat
meledek Myungsoo. Membuat namja itu mencibir pelan.
“Ingat, aku
belum memaafkanmu soal insiden mabuk waktu itu”
“Ne saya
tahu, jangan terlalu dipikirkan sajangnim”
Mwoya !? kenapa ia sesantai itu
sekarang ? apa ia tidak takut lagi denganku ? yeoja ini benar-benar sulit
ditebak, ucap Myungsoo
dalam hati.
“Kau terlihat
tidak merasa bersalah sama sekali, apa memang seperti ini sifatmu ?”
“Berulang
kali saya meminta maaf dan tetap membantu anda meski perlakuan anda terkesan
kurang baik, tapi bukankah anda sendiri yang memutuskan untuk tidak memaafkan
perbuatan saya kala mabuk waktu itu ? itu hanya insiden yang tidak saya sadari
lalu jika memang begitu apa yang harus saya lakukan ?”
Myungsoo
menghela nafas, benar juga sih, semua
perkataannya memang benar. Aiishh wanita ini juga pandai bicara.
“Baiklah aku
memaafkanmu untuk insiden waktu itu direktur Lee. Kau puas ?” Jieun tersenyum dengan
penuh kemenangan.
“Gamsahamnida
sajangnim” ucap Jieun dengan bungkukan kecil.
“Cih”
Jieun
menggerakan badannya, mengangkat kaki kanannya yang cidera menuruni ranjangnya.
“Kau mau
kemana ?”
“Saya ingin
ketoilet” ucap Jieun masih dengan susah payah mencoba berdiri dengan tongkat
kayu untuk menyangga kaki kanannya. Tak ada sedikitpun rasa kasihan dari
Myungsoo, terbukti dengan diamnya namja itu tanpa membantu Jieun berjalan.
“Aakh ..”
Jieun hampir saja terjatuh jika saja Myungsoo tidak menolongnya karena reflek.
Beranjak dari sofa itu dan meraih lengan Jieun.
“Perhatikan
jalanmu direktur Lee”
“Ah ne”
“Jieun ?”
Jieun dan Myungsoo menoleh kearah pintu yang sudah terbuka dan menampakan
sesosok namja tampan dengan baju pasien rumah sakit yang sama. berdiri diambang
pintu dengan tatapan tajam pada lengan Jieun yang masih Myungsoo pegang.
“Lu luhan ..”
To be
continue
Author ini ceritanya makin bikin penasaran ajaaaaa!! endingnya harus luhan sama jieun yaaa gamau tau *maksa banget* =)) kkkk~ cepet di update yaaaa thor jangan lama-lama lànjutannya ^^)9
ReplyDeleteAhehe author jg belum kepikiran endingnya mau kaya gimana.
Deletepalng updatenya tiap minggu sekali, makasih udh komen ;)
Lanjut thor 😍 kepo nih 😃
ReplyDeleteYa, sip d tunggu aja :)
Delete