Ambition [5]


Cast    : Lee Jieun [IU], Xi Luhan, Kim Myungsoo [L] etc. 

Genre : Drama, romance, life.

Length: Chapter.



Jieun berjalan dengan senyuman diwajahnya saat Luhan sudah berada direstoran tempat mereka janjian bertemu untuk sekedar makan malam. Namja itu tengah duduk manis seraya memainkan ponselnya.

“Hai sayang” Luhan menoleh dan tersenyum melihat Jieun datang.

“Hai manis”

“Sudah lama menunggu ?” tanya Jieun seraya mendudukan diri.

“Belum ..” Luhan menatap arlojinya “Baru 15 menit”

“Omo, mian”

“Gwenchana. Jadi bagaimana dikantor hari ini ?”

“Haah” Jieun menghembuskan nafas lewat mulutnya “Seperti itu lah” jawab Jieun dengan ekspresi enggannya.

“Seperti itu bagaimana ?”

“Akan kuceritakan saat kita sudah selesai makan”

“Baiklah”

“Pelayan !” seru Jieun dengan lambaian tangan kearah pelayan dengan serbet ditangannya itu. Memilih menu makan, menunggu sampai makanan tersaji dihadapannya. Sepiring beef steak dengan minuman segar berwarna oranye. Tak menunggu lama Jieun dan Luhan pun menikmati makanan pesanan mereka masing-masing. Jieun Terlihat kelaparan, memakan makanannya dengan lahap.

“Pelan-pelan” ucap Luhan yang melihat cara makan Jieun.

“Ahehe” Jieun hanya tersenyum lebar menanggapi ucapan Luhan. Beberapa menit mereka lewati hanya dengan diam tanpa kata yang digunakan dengan memakan hidangan yang mereka pesan.

“Ah kenyangnya” ucap Jieun dengan wajah berseri. Perut terisi perasaanpun senang.

“Memangnya kau tidak makan siang tadi ?”

“Makan siang kok”

“Lalu kenapa kau terlihat kelaparan ?”

“Aku memang lapar tapi bukan kelaparan”

“Tapi tidak terlihat begitu”

“Aiishh” Jieun hanya mengerutkan bibirnya lucu.

“Haha”

<<>> 

Akhir pekan akhirnya Jieun, Min ki dan Luhan pergi ke Pyok Jang untuk mengantarkan Min ki pulang karena masa libur sekolahnya hampir usai sekaligus untuk menjenguk makam ayah Jieun seperti yang sudah direncanakan.

Dua orang itu membungkuk hormat didepan sebuah makam yang menggunduk dengan rumput halus disana.

“Ayah apa kabar ?” tanya Jieun pada makam ayahnya.

“Annyeonghaseo aboenim” ucap Luhan yang mendapat pandangan Jieun seraya tersenyum.

“Perkenalkan saya namjachingu Jieun, ia wanita terhebat yang pernah saya temui. Tentu saja, itu pasti karena didikan anda. Tapi kadang cukup malas untuk belajar memasak” Jieun melirik kesal.

“Ahaha, lihat dia memelototiku aboenim” ucap Luhan membalas tatapan Jieun seraya terkekeh.

“Tidak ayah, suatu saat pasti aku akan pintar memasak seperti ibu. Yang harus kau tahu sekarang aku bisa menghidupi semuanya dengan jerih payahku sendiri, aku ingin ayah bangga atas semua yang kuperbuat” Luhan menatap Jieun dalam-dalam. Wanita itu memang terbungkus sutra tapi jauh didalam hatinya ia tampak seperti karang yang membutuhkan waktu lama untuk diruntuhkan.

Selesai mengunjungi makam, Jieun dan Luhan pun berlalu kerumah ibu Jieun. Rumah sedang dengan berbagai sayuran dihalamannya. Jieun sudah memperingatkan Luhan bahwa ibunya bukan sosok yang pendiam. Saat Jieun dekat dengan seorang lelaki maka lelaki itu akan diintrogasi ibunya sampai akar. Ya hampir sama saat Min Ki bertanya macam-macam pada Luhan kala pertemuan pertama. Mungkin ibu Jieun bahkan bisa lebih parah dari pada Min Ki.

Mata wanita berumur 40-an itu terus menatap namja yang kini duduk sigap dihadapannya.

“Eommaaa ..” Jieun merengek karena pandangan ibunya pada Luhan yang membuat suasana menjadi canggung sedangkan Min ki mengintip dari balik dinding sembari sesekali terkekeh.

“Ekhem .. Jadi namamu Luhan anak muda”

“Benar eomonim”

“Eomonim ?!” Suara ibu Jieun sedikit meninggi. Eomonim itu terlalu akrab bagi orang yang baru pertama bertemu.

“O oh maaf, maksud saya ahjumonim” ucap Luhan tergagap.

“Apa pekerjaanmu ?”

“Saya seorang manager” Ibu Jieun tampak mengangguk-angguk pelan. Masih dengan pandangan tajamnya ibu Jieun kembali bertanya.

“Kau anak keberapa ?”

“Bungsu ahjumonim”

“Bungsu ya .. Oke itu lumayan cocok dengan Jieun yang anak sulung. Jika kalian menikah pasti akan mendapat banyak anak”

“Uhuukk” Jieun tersedak mendengar penuturan ibunya yang menurutnya terlalu jauh sampai berfikiran soal pernikahan. Harusnya ia tidak mengajak Luhan kerumahnya. 

Sedangkan Luhan hanya tersenyum mendengar ucapan ibu Jieun.

“Eomma !” Pekik Jieun.

“Diam kau Ji“ desis Ny.Lee

“Kita belum sejauh itu eomma” lirih Jieun.

“Ya ya ya”

“Sudah hentikan semua ini, ayo kita makan aku lapar” sergah Jieun.

“Tunggu dulu eomma belum selesai. Jadi nak Luhan kapan kau akan melamar Jieun ?”

“EOMMA !” Suara Jieun makin meninggi. Membuat Min ki makin terbahak mendengar percakapan yang terjadi diruang tamu itu.

“Secepatnya ahjumonim” ucap Luhan dengan senyuman diwajahnya membuat Jieun justru menatap Luhan tajam. Lihatlah Luhan dan ibunya, mereka sangat cocok.

“Ahaha bagus bagus” balas ibu Jieun seraya menepuk bahu Luhan. Jieun hanya bisa terperangah seraya memegangi tengkuknya yang sekarang terasa kaku melihat tingkah keduanya. Salah, salah besar membawa Luhan kerumahnya. Ibu Jieun memang menanti Jieun mempunyai namjachingu agar bisa cepat menikah dan Luhan memang sudah memikirkan untuk menikahi Jieun dalam waktu dekat. Harusnya Jieun memikirkan hal itu sebelum kesini.

__

Jieun jengah saat ibunya begitu berlebihan mengambilkan lauk pauk untuk Luhan saat mereka makan malam sedangkan ia diabaikan seperti seseorang yang tidak ada.

“Eomma ambilkan aku juga” rengek Jieun.

“Issh kau ini manja, ambil saja sendiri. Kau punya tangan kan ?” ucap Ny.Lee sinis.

“Ahaha, kasihan sekali kakak ku yang satu ini” Min ki hanya bisa menertawakan saat Jieun diacuhkan.

“Issh kau ini, jangan harap kau boleh datang lagi ke Seoul saar libur sekolah” ancam Jieun.

“Jangan khawatir Min ki-ya, Hyung akan menampungmu saat Jieun tak memperbolehkan mu ke apartementnya” balas Luhan.

“Jjang ! Luhan hyung yang terbaik” ucap Min ki heboh dengan dua jempol diudara. Sementara Jieun mencibir kearah Luhan. Belum menikah saja, Jieun diacuhkan oleh keluarganya apalagi jika ia menikah dengan Luhan. Mungkin ibu dan adiknya lebih menyayangi Luhan.

__

Jieun dan Luhan tengah duduk di ayunan depan rumah Jieun. Ayunan yang dibuat ayah Jieun saat Jieun masih kecil.

“Ibumu sangat ramah”

“Benarkah ? ku kira awalnya kau takut terus dipandanginya”

“Ahaha awalnya memang begitu. Tapi Ji, apakah memang sejak dulu ibumu menanam sayuran seperti ini ?”

“Benar, ayah suka sayuran segar dan ibu pun memilih untuk menanami halamannya dengan sayur dari pada tanaman hias. Itu lebih berguna dan sehat karena ditanam sendiri dan yang paling penting semua sayuran ini  organik” Luhan mengangguk kecil.

“Lu”

“Hmm”

“Kita pulang jam 9 saja oke ?”

“Mwo ? kukira kita akan menginap ?”

“Aku tidak bisa absen dari kantor tanpa pemberitahuan sebelumnya”

“Oh bisakah sehari saja tidak membicarakan pekerjaan ?”

“Tidak bisa”

“Baiklah baiklah, kita akan pulang jam 9”

“Kita bisa bergantian menyetir jika kau mengantuk”

“Tidak, mana mungkin aku membiarkanmu menyetir. Jalanan menuju kesini cukup terjal. Tak apa biar aku saja”

“Baiklah”

__

“Mwo, kalian pulang malam ini juga ?”

“Benar eomma, aku banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan”

“Ji kau tidak kasihan pada Luhan ? lihatlah badan kurusnya bisa saja rontok jika pulang pergi dalam satu hari dengan perjalanan cukup jauh”

“Eomma sudahlah, lagi pula Luhan bilang ia tidak apa”

“Benar ahjumonim, aku tidak apa-apa” ucap Luhan yang sebenarnya sedang apa-apa. Perjalanan kesini cukup jauh apalagi jalanan yang berliku dan menanjak membuatnya lelah namun permintaan Jieun tidak bisa diganggu gugat. Jika Luhan tidak memenuhinya mungkin Jieun akan pulang sendirian menaiki kereta api tanpanya.

“Panggil saja eomonim calon mantuku”

“Ahaha baiklah”

“Aih kalian sama saja” gumam Jieun namun masih bisa terdengar. Ibu Jieun memeluk Luhan sejenak, mengucapkan kata hati-hati dan ucapan perpisahan lainnya. Dan setelah itu Jieun.

“Hati-hati dijalan sayang”

“Ne eomma”

“Mana Min ki ?”

“Ia sudah tidur mungkin lelah”

“Oh ya sudah kami pergi eomma”

“Ne”

Setelah berpamitan, Jieun dan Luhan beranjak keluar rumah dan menaiki mobil yang membawa mereka kesini. Perjalanan sekitar 6 jam sampai bisa kembali ke Seoul. Jieun sudah tertidur disamping Luhan yang masih menyetir. Hujan lebat turun dimalam itu. Luhan masih terfokus sampai matanya perlahan mulai mengantuk. Menggelengkan kepalanya pelan berharap rasa kantuknya hilang. Jalanan menanjak dan menurun serta digenangi titik air hujan yang cukup lebat membuat Luhan hanya bisa menjalankan mobilnya pelan. Namun disebuah tikungan yang menanjak ia sedikit terkejut dengan longsor batu yang membuatnya oleng, mengemudikan stir berusaha agar tetap dalam jalur jalan yang benar tapi usahnya gagal dan-

“AAAA ...”

<<>> 

Jieun mengerjapkan matanya perlahan, remang-remang cahaya lampu diatasnya mulai memperjelas penglihatannya. Memandang langit-langit yang berwarna putih diatasnya.

“Noona ?”

“Noona apa kau  mendengarku ?”

“Noona ?” Tampak Min ki menatap Jieun penuh raut khawatir. Wajahnya bahkan terlalu dekat, pikir Jieun. Saat Jieun ingin menjauhkan wajah adiknya dan mengangkat tangannya, selang infus menancap disana.  Bingung, Jieun masih bingung. Apa ia sedang dirumah sakit ?

“Min ki-ya” suara Jieun begitu lemah.

“Iya noona, apa ? kenapa ? kau mau apa ? Kau baik baik saja kan ?” Min ki terlalu banyak bicara sampai tak memberi Jieun kesempatan untuk bertanya.

“Apa aku dirumah sakit ?” Min Ki mengangguk cepat.

“Apa yang terjadi ?”

“Noona mengalami kecelakan karena longsor”

“Ke kecelakaan ?”

“Benar, dimalam noona dan hyung pulang, kami mendapat telepon dari rumah sakit pagi harinya kalau kalian mengalami kecelakaan” Sedikit banyak Jieun mulai mengingat-ngingat. Teriakan Luhan malam itu membuatnya bangun dan saat itu pula tubuhnya seakan terhuyung kedepan. Setelah itu ia tak ingat lagi. Dan saat ia bangun, ia sudah berada dirumah sakit dengan selang infus dilengan dan hidungnya. Jieun memaksakan untuk bangun.

“Noona !? kau tidak boleh melakukan ini !”

“Luhan, bagaimana dengan Luhan !?” pekik Jieun dengan raut khawatir yang amat sangat.

“Tenang noona, Luhan Hyung baik-baik saja” Min ki mencoba menenangkan kakaknya itu.

“Benarkah ?” tanya Jieun memastikan. Nada bicaranya tak sepanik tadi. Min ki mengangguk.

“Kau mau keruangannya ?” Jieun mengangguk namun Suara decit pintu terbuka terdengar. Membuat Min ki dan Jieun beralih memandangnya. Tampaklah Ny.Lee dengan kantung kresek ditangannya.

“Tidak. Kau masih belum pulih, istirahatlah dulu sayang” ucapnya.

“Eomma” lirih Jieun.

“Sekarang ayo kita makan, eomma sudah membelikan sup untukmu” 

Dan akhirnya niat untuk melihat Luhan diurungkan karena Ny.Lee menyiapkan Jieun dan Min ki untuk makan terlebih dahulu.

“Dia baik-baik saja, sekarang makanlah dulu” ucap Ny.Lee lagi saat Jieun hanya memandang kosong mangkuk yang terisi bubur.

“Mana mungkin aku bisa makan sebelum melihatnya. Seharusnya kita menginap malam itu, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Ini salahku eomma” Jieun menyesal dengan tindakannya memaksa Luhan untuk tetap pulang.

“Ini bukan salahmu sayang, sudahlah jangan kau pikirkan. Sekarang makan dulu agar kau punya tenaga untuk menjenguk Luhan nanti”

“Hmm” Jieun mengangguk pelan.

_

Jieun tengah berdiri dari balik pintu ruangan yang merawat Luhan dengan Min ki yang memegangi infusnya.

"Noona, kenapa tidak masuk saja ?" Jieun menatap adiknya sebentar dan kmbali memandang Luhan.

"Semua ini terjadi karenaku" lirih Jieun dengan pandangan menerawangnya. Lihatlah, Luhan terbaring seperti itu karena Jieun memaksa pulang malam itu. Jika saja ia sedikit bersabar dan mengerti untuk tidak memaksa pulang ke Seoul malam itu juga, mungkin Luhan masih baik-baik saja. Jieun merasa ia memang selalu egois pada Luhan. dan bodohnya Luhan selalu menuruti Jieun.

"Noona, kenapa berbicara seperti itu lagi"

"Kita kembali saja" ucap Jieun. Melihat Luhan dari jauh lebih dari cukup baginya. Jieun masih merasa bersalah karena kecelakaan yang menimpa Luhan. namun saat Jieun dan Min ki berbalik, mereka berpapasan dengan namja paruh baya berjas dengan sedikit kumis. Wajahnya tegas dan sorot matanya tajam seperti elang. Jieun melebarkan matanya.

Dia, bukankah dia ayah Luhan ? Benar, tidak salah lagi.

"Annyeonghaseo" ucap Jieun spontan saat menyadari jika orang itu memang ayah Luhan. Tanpa ada ucapan ataupun balasan sapaan, Tuan Xi memandang Jieun tajam. Memandang dengan Raut tak suka.

"Kau, jauhi anaku. Dari awal aku tidak setuju Luhan berhubungan denganmu dan lihat, sekarang kau membuatnya sial"

Deg

Pertemuan pertama namun Jieun sudah mendapat kalimat yang tidak menyenangkan dari ayah kekasihnya.

Min ki menatap iba kakaknya namun hanya bisa diam dan memperhatikan.

"Aku juga tahu, kau bekerja di Kim Corp bukan ? Apa kau sengaja mendekati Luhan untuk mendapat informasi tentang perusahaan kami hah ?"

"Saya tidak-"

"Yeobo" panggilan ibu Luhan pada suaminya menghentikan kalimat yang akan Jieun ucapkan. Dari jauh tampak Ny.Xi berjalan mendekat kearah mereka dengan sekantung makanan.

"Oh ada Jieun" ucapnya riang.

"Annyeonghaseo eommonim" sapa Jieun ramah.

"Annyeong. Sudah menjenguk Luhan ? Ayo kita masuk bersama-sama ?" Jieun menatap tuan Xi yang justru memasuki ruang rawat Luhan tanpa sepatah katapun.

"Tidak perlu eommonim, aku sudah menjenguknya, aku permisi"

"Ah baiklah kalau begitu, hati-hati ya sayang"

"Ne eommonim"

Ibu Luhan memasuki ruang rawat anaknya sementara Jieun kembali keruangannya dengan masih memikirkan ucapan tuan Xi yang terus terngiang dikepalanya.

"Noona, ayah Luhan Hyung kenapa kasar padamu ?" tanya Min ki. Ia merasa Luhan yang dikenalnya sangat berbeda jauh dengan sifat ayahnya meski Min ki baru pertama kali melihat ayah Luhan.

"Molla. Min ki jangan katakan apapun pada eomma soal ini" Min ki hanya mengangguk nurut.

<<>> 

"Gadis yang tadi itu yang namanya Jieun, yeobo. Dia kekasih Luhan, aku juga pernah bertemu dengannya satu kali" ucap Ny.Xi sembari mengupas buah.

"Dia gadis pembawa sial"

"Ya ampun yeobo jangan berkata seperti itu. Ini hanya kecelakaan kecil yang terjadi karena hujan"

"Kau bilang kecelakaan kecil !? Lihat anak kita, dia masih belum sadarkan diri"

"Tenanglah, ia akan sadar. Dokter bilang ia baik-baik saja hanya membutuhkan waktu untuk pemulihan"

Tuan Xi hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar.

<<>> 

Jieun tengah berbaring diranjang ruangan inapnya Seraya menonton televisi. Sedangkan Ibunya kembali ke apartement Jieun untuk beristirahat dan bergantian menjaga Jieun dengan Min ki.

Suara derit pintu membuat kedua orang didalamnya berpandagan sejenak.

"Annyeonghaseo direktur Lee" semua bawahan Jieun menjenguk Seraya membawa bunga dan buah.

"Oh annyeong"

"Bagaimana keadaanmu direktur Lee ?"

"Oh ya ampun kau terlihat pucat"

"Bagaimana bisa kau kecelakaan direktur Lee ?"

Berbagai pertanyaan dilontarkan para bawahan Jieun dari divisinya. Membuat suasana diruangan itu menjadi ramai.

"Sebelumnya terima kasih, aku baik , tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi apakah kantor berjalan lancar hari ini ?"

"Ey jangan khawatir direktur Lee. Semuanya aman terkendali" Jieun tersenyum.

"Ah baguslah"

"Joon myeon mana dia ?" tanya Jieun dan namja bawahannya itu langsung menyembul dari arah belakang.

"Ah ye direktur Lee ada apa ?"

"Aku mungkin tidak bisa kekantor dalam waktu satu Minggu jadi kau harus mengirim semua berkas-berkas penting kerumah sakit agar aku bisa memeriksanya"

"Ah ye direktur" ucap Joon myeon patuh.

"Ya ampun kau tidak perlu seperti itu direktur Lee, kami bisa mengatasinya. Benarkan semuanya ?" para karyawan lain itupun mengangguk serempak.

"Tidak, aku harus bertanggung jawab pada pekerjaan meskipun sedang sakit"

"Ah direktur Lee memang hebat"

"Benar"

"Cepat sembuh direktur Lee. Kami pasti merindukanmu"

"Jangan dengarkan dia direktur Lee, dia hanya menjilat"

"Hahaha" ruangan Jieun bergema dengan tawa yang memenuhinya.

"Benar, kalian pasti merindukan ocehanku. Terutama kau, Kim Joon Myeon" Joon myeon hanya tersenyum seraya menunduk kecil.

"Maka dari itu cepatlah sembuh direktur Lee"

"Ne, terima kasih banyak untuk kunjungan dan doa kalian semua" ucap Jieun dengan senyum simpul.

"Ne sama-sama. Kalau begitu kami permisi direktur Lee"

"Ah ne hati-hati dijalan"

"Ne, kami pamit, annyeong"

"Annyeong"

Satu persatu bawahan Jieun mulai meninggalkan ruangan rawatnya. Menyisakan Jieun dan Min ki yang asik bermain game diponselnya.

"Noona, apa kau gila ?"

"Kau ! Berani-beraninya mengatai kakak mu gila"

"Ne kau memang gila, gila pekerjaan. Kau sedang sakit lalu untuk apa masih meminta karyawan mu untuk mengirim pekerjaanmu kesini ? Kau terlalu berambisi noona" Ucap Min Ki.

"Noona memang berambisi dan ambisi itulah yang membuat noona sampai pada titik ini sekarang" bela Jieun dengan mata menatap lurus televisi. Mengganti chanel nya asal. Min ki hanya bisa menggeleng pelan.

<<>> 

"Eomma"

"Oh sayang kau sudah sadar ?"

"Aku dimana ?"

"Kau dirumah sakit, kau kecelakaan bersama Jieun. Apa kau ingat ?"

Sekelebat bayangan pada waktu kecelakaan itu terjadi memenuhi ingatan Luhan.

"Bagaimana dengan Jieun, apa ia baik-baik saja ?"

"Dia baik, eomma dengar ia hanya patah tulang, ia juga menjengukmu saat hari pertama sadar"

"Menjenguk ku ?" gumam Luhan kecil.

"Apa ayah juga ada disini waktu Jieun menjenguk ku ?" lanjut Luhan.

"Iya, eomma lihat mereka bercakap-cakap saat eomma datang"

"Apa yang mereka bicarakan ?"

"Entahlah"

Apa ayah mengatakan sesuatu pada Jieun ? Jangan sampai ayah mengatakan hal yang bukan-bukan.

"Eomma, aku harus melihat Jieun"

"Tapi kau masih lemah sayang"

"Aku bisa memakai kursi roda"

"Baiklah, eomma antar oke ?"

"Ne" ucap Luhan Seraya mengangguk sementara Ny.Xi menyiapkan kursi roda untuk anaknya.

_

Setelah empat hari berlalu, Min Ki dan ibu Jieun pun pulang, kembali ke Pyok Jang atas permintaan Jieun. Jieun merasa ia sudah baikan dan bisa mengurus diri sendiri tanpa harus merepotkan ibu juga adiknya yang harus menjalani rutinitas masing-masing dan semua itu terganggu akibat sakitnya Jieun.

<<>> 

Jieun dan Luhan tengah duduk ditaman rumah sakit dengan baju pasien rumah sakit mereka. Tampak seperti lansia yang ditinggalkan keluarga.

"Benarkah ayah ku tidak mengatakan apapun padamu ?"

"Tidak Lu, harus berapa kali aku menjawab pertanyaanmu"

"Aku hanya memastikan, aku tahu sifat ayahku seperti apa. Tidak mungkin ia bertemu denganmu tanpa mengatakan apa-apa"

Jieun menoleh, meraih lengan Luhan dan menggenggamnya.

"Kau percaya padaku bukan ?"

"Tentu, tentu aku percaya"

"Kalau begitu sekarang kau hanya perlu sembuh dulu dan jangan fikirkan hal yang macam-macam. Kau tahu, aku merasa bersalah karena kecelakaan ini"

"Ini bukan salahmu, tak perlu bersalah Ji"

“Tapi tetap saja-“

“Ji, kubilang tidak apa-apa” ucap Luhan tulus. Jieun rasanya ingin menangis. Luhan lelaki yang sangat baik namun Jieun selalu saja mengesampingkannya. Ingin rasanya ia memutuskan hubungan dengan Luhan agar namja itu mendapat perempuan yang lebih baik dari pada dirinya.

“Luhan”

“Hmm”

“Aku merasa aku selalu egois, kau boleh meninggalkanku kapanpun kau mau”

“Mwo ? kenapa kau berbicara seperti itu eoh ? kau tidak sungguh-sungguh kan Ji ? apa kau sudah tak mencintaiku ?”

“Bukan, aku tentu saja masih dan akan selalu mencintaimu tapi-“

“Itu cukup bagiku Ji, kau hanya perlu terus mencintaiku lagi dan lagi. Cintamu cukup untuk ku, tak perlu kau pikirkan hal lain lagi, arraseo ?” Jieun mengangguk setelah ia menghembuskan nafasnya pelan.

<<>> 

Jieun tengah menandatangi beberapa berkas yang dibawakan Joon myeon untuknya. Ranjang rumah sakit itu beralih menjadi meja kerja Jieun selama ia dirumah sakit. Hanya kakinya yang cidera dan bukan otaknya jadi ia masih bisa bekerja, itu pikirnya.
Suara derit pintu terbuka mengalihkan perhatiaannya. Dan cukup memberikan Jieun kejutan.

"Presdir ?"

"Ah maaf aku baru menjengukmu, kau tahu kan aku baru pulang dari Swiss, bagaimana keadaanmu Jieun ?"

"Saya baik presdir, hanya luka kecil dikaki" ucap Jieun dengan senyuman kecil.

"Dan lihat ini, kau bahkan masih memikirkan pekerjaan" Presdir Kim beralih memandang berkas-berkas dihadapan Jieun.

"Ah saya hanya bosan dan tidak tahu harus berbuat apa jika bukan bekerja untuk mengisi waktu luang"

"Hahaha, kau wanita yang hebat"

Lelaki lain disamping presdir Kim hanya bisa menampakan wajah malasnya. Belum ada sepatah katapun keluar dari mulutnya saat menginjakan kaki diruang rawat Jieun.

"Myungsoo-ya berikan bunganya pada Jieun" bisik tuan Kim pada anaknya. Dalam hati Myungsoo hanya bisa berdecak Sebal. Namun tak mungkin ia menolak permintaan ayahnya. Akhirnya ia berjalan mendekat kearah ranjang Jieun.

"Semoga cepat sembuh" ucap Myungsoo setengah hati Seraya mengulurkan tangannya yang menggenggam sebuket bunga mawar merah muda. Senyumnya saja terlihat seperti kerbau yang ditarik paksa. Antara senyum tulus dan datar.

Jieun menerima bunga itu Seraya tersenyum yang tak jauh seperti ekspresi Myungsoo. Mengucapkan terima kasih dan tersenyum tulus justru pada presdir Kim.

"Semoga lekas sembuh Jieun"

"Ah ne gamsahamnida presdir Kim"

"Kalau begitu aku pergi, masih ada urusan lain menunggu"

"Ah ye presdir, sekali lagi terima kasih atas kunjungan anda" ucap Jieun dengan senyuman tipis. Presdir Kim pun berlalu begitu pula Myungsoo yang mengekor dibelakangnya. Namun tiba-tiba presdir Kim berbalik.

"Kau tetap disini" ucapnya pada Myungsoo.

"Mwo ? Untuk apa aku disini ayah ?"

"Bantu Jieun dan temani dia, lihat dia begitu pekerja keras, kau juga bisa belajar darinya"

"I itu tidak perlu presdir Ki-"

"Lihat ayah, ia bahkan tidak membutuhkan ku disini" ucap Myungsoo menyela perkataan Jieun.

"Tidak, kau harus temani dia. Ayah pergi"

"Tapi ay-" Myungsoo menghembuskan nafas kasar saat presdir Kim tak menghiraukannya dan menghilang dibalik pintu. Membalikan badan dengan wajah datar menatap Jieun yang langsung mengalihkan pandangannya pada berkas-berkas tak karuan dihadapannya. Myungsoo duduk disofa satu-satunya diruangan rawat Jieun.

"Kau tahu perusahaan Xioa Mi ?" Jieun mendongak mendengar ucapan Myungsoo.

"Tentu, tentu saya tahu sajangnim. Itu adalah perusahaan saingan kita"

Dan juga perusahaan kekasihku, lanjut Jieun dalam hati.

"Betul. Aku sudah membaca tentang perusahaan mereka dan sedikit mempelajarinya"

"Apa yang sudah anda pelajari sajangnim?"

"Perusahaan itu memang cukup hebat menjadi saingan kita namun kudengar mereka bisa melakukan apapun demi mencapai keinginannya. Mereka kadang melakukan persaingan kotor untuk menjatuhkan lawannya"

"Saya juga sudah mendengarnya"

Itulah alasan aku menyebut tuan Xi menyeramkan. Yang kudengar dari Luhan, ayahnya hanya membicarakan tentang perusahaan setiap waktu. Itu membuktikan betapa berambisinya orang itu pada kejayaan perusahaannya. Lupa pada keluarga dan hanya memikirkan perusahaan. Menganggap anak lelakinya sebagai alat yang bisa ia gunakan untuk terus membuat perusahaannya maju pesat.

“Tapi aku belum pernah bertemu dengan pimpinannya hanya sering melihatnya ditelevisi dan majalah bisnis. Saat ayah memberikan jabatannya untukku akan kusingkirkan perusahaan Xiao Mi itu” Jieun hanya tersenyum remeh.

“Saya belum terlalu yakin anda bisa melakukan hal itu sajangnim ?”

“Mwo !? maksudmu kau meragukanku !?”

“Aniyo” ucap Jieun namun tidak terlihat menyesal dengan ucapannya tadi. Jieun memang tidak yakin dengan pengetahuan Myungsoo yang masih terlalu dini untuk memimpin perusahaan sebesar Kim Corp. Jieun membayangkan mungkin hanya dalam satu tahun jika perusahaan itu dipimpin Myungsoo maka semuanya akan hancur dan kacau.

“Selain kurang ajar kau juga menyebalkan direktur Lee”

“Ah jeosonghamnida” ucap Jieun namun masih tak terlihat menyesal, justru terlihat meledek Myungsoo. Membuat namja itu mencibir pelan.

“Ingat, aku belum memaafkanmu soal insiden mabuk waktu itu”

“Ne saya tahu, jangan terlalu dipikirkan sajangnim”

Mwoya !? kenapa ia sesantai itu sekarang ? apa ia tidak takut lagi denganku ? yeoja ini benar-benar sulit ditebak, ucap Myungsoo dalam hati.

“Kau terlihat tidak merasa bersalah sama sekali, apa memang seperti ini sifatmu ?”

“Berulang kali saya meminta maaf dan tetap membantu anda meski perlakuan anda terkesan kurang baik, tapi bukankah anda sendiri yang memutuskan untuk tidak memaafkan perbuatan saya kala mabuk waktu itu ? itu hanya insiden yang tidak saya sadari lalu jika memang begitu apa yang harus saya lakukan ?”

Myungsoo menghela nafas, benar juga sih, semua perkataannya memang benar. Aiishh wanita ini juga pandai bicara.

“Baiklah aku memaafkanmu untuk insiden waktu itu direktur Lee. Kau puas ?” Jieun tersenyum dengan penuh kemenangan.

“Gamsahamnida sajangnim” ucap Jieun dengan bungkukan kecil.

“Cih”

Jieun menggerakan badannya, mengangkat kaki kanannya yang cidera menuruni ranjangnya.

“Kau mau kemana ?”

“Saya ingin ketoilet” ucap Jieun masih dengan susah payah mencoba berdiri dengan tongkat kayu untuk menyangga kaki kanannya. Tak ada sedikitpun rasa kasihan dari Myungsoo, terbukti dengan diamnya namja itu tanpa membantu Jieun berjalan.

“Aakh ..” Jieun hampir saja terjatuh jika saja Myungsoo tidak menolongnya karena reflek. Beranjak dari sofa itu dan meraih lengan Jieun.

“Perhatikan jalanmu direktur Lee”

“Ah ne”

“Jieun ?” Jieun dan Myungsoo menoleh kearah pintu yang sudah terbuka dan menampakan sesosok namja tampan dengan baju pasien rumah sakit yang sama. berdiri diambang pintu dengan tatapan tajam pada lengan Jieun yang masih Myungsoo pegang.

“Lu luhan ..”


To be continue

Comments

  1. Author ini ceritanya makin bikin penasaran ajaaaaa!! endingnya harus luhan sama jieun yaaa gamau tau *maksa banget* =)) kkkk~ cepet di update yaaaa thor jangan lama-lama lànjutannya ^^)9

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ahehe author jg belum kepikiran endingnya mau kaya gimana.
      palng updatenya tiap minggu sekali, makasih udh komen ;)

      Delete
  2. Lanjut thor 😍 kepo nih 😃

    ReplyDelete

Post a Comment