Cast : Lee Ji Eun [IU], Haruma Miura
Genre : Drama, General, Sad.
Length : Oneshoot
Saat aku memandangnya, memandang saat ia memetik gitarnya
dengan lantunan lagu yang indah, saat itu pula aku mulai jatuh cinta. Jatuh
lebih dalam pada musik dan suaranya. Satu hal yang bisa aku deskripsikan, dia
dan musik seperti suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Seperti urat nadi yang
melekat ditanganmu, seperti sebuah satu kesatuan.
Miura hanya iseng untuk sekedar berjalan-jalan dinegara
tempat kakak tirinya tinggal. Negara bernama korea selatan, negara yang baru
saja dikunjunginya tiga hari lalu untuk menjenguk kakak tirinya yang tengah
sakit. Ia seorang mahasiswa jepang namun tengah berlibur dan memilih untuk
menjenguk kakak tirinya sekaligus mengisi liburannya. Ibunya menikah dengan
orang korea dan ia memiliki satu kakak tiri perempuan yang mengidap suatu
penyakit bernama leukimia. Ibunya sudah lama meninggal, namun ia masih
berhubungan dengan ayah dan kakak tirinya yang berada dikorea. Ia hidup dengan
kakeknya di Jepang.
Kini rutinitas Miura saat berada dikorea adalah mengunjungi
sebuah taman dengan banyak musisi jalanan disana, ada pantomim, acapela, dan
banyak lagi. Bukan untuk memandang mereka semua, tapi untuk sekedar melihat
perempuan dengan gitar dan topi bundar dikepalanya itu. Ia adalah salah satu
musisi ditaman itu, pikir Miura. Memandang dari bawah pohon, berdiri cukup lama
sampai beberapa lagu dengan petikan gitar yang lincah itu selesai. Kembali
kerumah pada saat perempuan itu juga beranjak dari sana. Miura melihat
perempuan itu sejak hari pertama ia berjalan-jalan sendiri setelah menjenguk
kakak tirinya. Entah mengapa tertarik untuk kembali menikmati lagu yang
perempuan itu nyanyikan. Ingin berkenalan tapi tidak tahu bagaimana untuk
memulainya, jangan anggap ia tidak bisa berbahasa korea, ia belajar banyak dari
ayah juga kakak tirinya sejak dulu. Mengawasinya seperti ini cukup membuat
Miura nyaman.
Perempuan itu mengingatkannya pada idolanya di Jepang yaitu
Yui si penyanyi bergitar. Mungkin bisa Miura sebut perempuan itu adalah Yui
versi Korea.
Miura ingin menolong saat perempuan itu terjatuh dan uang
receh hasil dari menyanyinya tercecer kemana-mana. Miura melangkah namun
kembali mundur, menghembuskan nafasnya dan ia pun mulai kembali maju, menuju
perempuan yang masih memunguti uangnya itu. Membungkukan dirinya mengambil
beberapa uang koin dan memberikannya pada perempuan itu tentu saja membuat
Perempuan itu mendongak dan bergumam mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih” Miura hanya bisa mengangguk dan tersenyum
seraya masih mengambil beberapa receh yang tertinggal.
“Ah jeongmal gomawoyo” perempuan itu membungkuk setelah
semua uang itu kembali padanya.
“C cheonmaneyo” ucap Miura. Perempuan yang masih
dihadapannya itu mengerutkan kening.
“Kau orang Jepang ?”
“Apa begitu terlihat ?” tanya Miura balik seraya menggaruk
kepalanya yang tidak gatal. Perempuan itu mengangguk seraya tersenyum.
“Namaku Jieun” Perempuan itu mengulurkan tangannya. Oh
akhirnya Miura bisa berkenalan.
“Aku Haruma Miura, panggil saja Miura” balas Miura.
“Kenapa baru sekarang ?” tanya perempuan bernama Jieun itu.
membuat Miura tidak mengerti.
“Maksudmu ?”
Jieun terkekeh dan itu sangat manis dimata Miura. Seperti
ada kilauan yang memancar dari senyumannya itu. Andai saja ia bisa
mengabadikannya saat ini juga.
“Aku tahu kau selalu melihatku bernyanyi, tapi kenapa tidak
dengan jarak dekat saja seperti pengunjung yang lain ? aku tidak akan meminta
uangmu kok, aku hanya bernyanyi dengan pemberian seiklas para pengunjung, aku
tidak akan memaksa”
Miura hanya tersenyum canggung dan kembali menggaruk
kepalanya.
“Tidak, bukan begitu Jieun-ssi”
“Ah yasudahlah .. aku pasti membuatmu tidak enak, karena kau
sudah menolongku ayo sekarang kau ku traktir bakso ikan”
“Bakso ikan ?”
“Hmm .. kau pasti akan menyukainya”
“Tapi ..”
“Kenapa ? kau tidak mau karena uangku recehan ?”
“Ti tidak bukan begitu ..”
“Haha .. lagi-lagi aku membuatmu tidak enak”
“Baiklah aku mau”
Akhirnya Miura dan Jieun pun meninggalkan taman dan berjalan
dengan obrolan ringan layaknya orang yang baru berkenalan. Jieun pribadi yang
menyenangkan, setidaknya itu terlihat saat Miura bercakap-cakap dengannya.
“Hhaha benarkah ?”
“Ne, orang itu kembali dan menanyakan uang yang ia berikan
padaku”
“Haha mungkin ia tidak sadar jika yang ia berikan terlalu
banyak”
“Haha, mungkin saja” Jieun kembali menyuapkan kuah dan mie
dari bakso ikan miliknya. Miura tak henti-hentinya tersenyum sepanjang waktu.
“Tapi Miura-ssi”
“Ya ?”
“Senang bisa bertemu denganmu” ucap Jieun tulus tak lupa
plus senyuman favorit Miura itu.
Aku lebih Senang
Jieun-ssi
Miura mengangguk “Aku juga”
Dan sore itu dilewati Miura dengan senyuman yang entah
mengapa tak mau hilang dari wajahnya. Bersenandung kecil seraya kembali kerumah
ayah tirinya. Udara begitu sejuk mengisi paru-parunya, Nyanyian Jieun terngiang-ngiang
dikepalanya, Senyuman manis itu tak henti-hentinya mengisi pikirannya. Oh,
inikah rasanya jatuh cinta ?
Hari demi hari dilewati Miura bersama Jieun, berbagi cerita
dan menghabiskan waktu saat Jieun selesai bernyanyi. Tidak mengunjungi banyak
tempat karena Jieun orang yang sulit untuk memanfaatkan kebaikan Miura.
Perempuan itu tidak ingin Miura mengeluarkan uang banyak untuk bersama dengan
Jieun. Jika tak mengobrol dikedai bakso ikan maka mereka akan mengobrol ditaman
dengan sesekali bernyanyi bersama. Sesuatu yang sederhana namun tak pernah
membuat seorang Miura bosan, bagaimana bisa ia bosan jika keceriaan itu ada
dihadapannya. Jieun selalu mempunyai topik menarik dan membagikan berbagai
pengalamannya pada Miura.
“Dan kau tahu apa yang sangat menantang ?”
“Apa ?” tanya Miura.
“Saat penertib datang, haha kau tahu, kami semua berhamburan
seperti kapas, berlari secepat yang kami bisa”
“Haha, membayangkannya saja mampu membuatku tertawa. Tapi
apakah kau pernah tertangkap ?”
“Bukan pernah lagi tapi sering”
“Waah kau hebat sekali, kau tidak takut rupanya”
“Aku tidak mempunyai pilihan, Hanya bernyanyi yang bisa
kulakukan untuk mencari uang” wajah berseri itu berubah muram. Miura ingin
sekali menghapusnya.
“Tidak apa Jieun-ssi, semua orang mempunyai cara masing-masing
untuk bertahan hidup. selama itu tidak merugikan orang lain, bernyanyi untuk
mencari uang bukanlah hal yang memalukan”
Jieun mengangguk “Benar”
Sebenarnya Miura ingin tahu lebih banyak tentang Jieun,
obrolan mereka belum sampai pada seperti apa keluarga Jieun, kenapa gadis muda
itu mencari uang, kemana orang tuanya, apa gadis itu memiliki saudara dan hal
lainnya. Mungkin lain kali sampai gadis itu terbuka dengan sendirinya
menceritakan yang ingin Miura ketahui.
<<>>
Hari ini Miura akan jujur, jujur tentang perasaannya pada
Jieun bahwa ia menyukai gadis itu. Mengabaikan jika Miura hanya untuk sementara
di Korea sampai liburannya berakhir dan harus kembali ke Jepang. Lelaki itu
mengabaikan semua itu demi mendapat cintanya dan mendengar apakah Jieun juga
memiliki perasaan sepertinya. Mengenakan pakaian terbaiknya, menyemprotkan
sedikit parfum dilehernya, merapikan sedikit rambutnya dan tak lupa sebuket
mawar segar yang ia beli khusus untuk Jieun. Berharap dengan bunga itu Jieun
akan menerima ungkapan cintanya.
Menghirup nafas dalam-dalam, merapalkan kalimat yang akan ia
ucapkan, dan jangan sampai ia lupa karena gugup yang menyerangnya. Miura siap,
ia siap bertempur untuk mendapat teman hatinya hari ini.
Masih menunggu, menunggu hingga bunga ditangannya layu,
menunggu sampai semua musisi jalanan itu satu persatu mulai meninggalkan tempat
mereka mencari nafkah namun Miura belum juga mendapati Jieun disana, belum
mendengar suara dan petikan gitarnya, belum melihat gadis itu bernyanyi yang
membuat pendengarannya seperti disurga. Kemana Jieun ? kenapa hari ini ia tidak
ada ? tidak biasanya seperti ini ? Kenapa harus hari ini gadis itu tidak ada ?
berbagai pertanyaan berputar dikepala Miura.
Hanya bisa menghela nafas, melepas buket bunga dari
gengamannya, berjalan dengan lesu, menunduk seperti burung yang kehilangan
sarang. Udara sesak mengisi paru-parunya, entah mengapa ia merasa mendung
padahal cuaca cerah bersinar, suara tawa dari orang-orang direstoran itu
seperti menertawakannya, menertawakan harinya yang sudah ia siapkan dengan
baik, hancur karena kehadiran seseorang yang ia tunggu tak ada.
Hari demi hari dan Miura tak lagi melihat Jieun disana. Dan
hari ke 7 Jieun menghilang, Miura berniat untuk mencari gadis itu semampunya.
Bertanya pada musisi jalanan lainnya, siapa tahu ia mendapat informasi.
“Annyeong”
“Oh Annyeong”
“Bisa kita bicara” Miura memberanikan diri untuk bertanya
soal Jieun pada kumpulan pria dengan musik acapela-nya.
“Oh tentu, apa yang mau kau bicarakan ? kau yang sering
bersama Jieun kan ?” Miura mengangguk.
“Itulah yang ingin kutanyakan pada kalian. Sebenarnya kenapa
Jieun tidak bernyanyi lagi disini ?”
“Entahlah tapi yang kudengar ia mengidap leukimia yang cukup
parah” ucap pria berambur gondrong.
“Apa !? lalu apa kau tahu alamat rumahnya ?”
“Aku tidak tahu” namja itu menggeleng.
“Aku tahu rumah sakit yang biasa ia kunjungi” ucap namja
dengan kecrekan ditangannya.
“Dimana ?”
“Kalau tidak salah di Rumah sakit Myong Guk”
“Oh kalau begitu terima kasih atas informasinya” salah satu
pria itu bergumam ‘sama-sama’ dan tak
menunggu lagi, Miura pun beranjak dan menuju rumah sakit yang pria itu
sebutkan.
Miura bergegas, menghadang taksi dengan tak sabaran.
Leukimia ? apa itu benar ? kenapa ia baru tahu gadis itu memiliki penyakit ?
bahkan senyuman Jieun tampak seperti gadis sehat lainnya, Miura benar-benar
tidak menyangka jika gadis itu memiliki riwayat penyakit parah. Tipe gadis yang
mampu menyembunyikan kesulitannya hanya dengan sebuah senyum yang terlihat
tulus. Dan sialnya Miura tertipu dengan semua itu, sekali lagi ia tidak
menyangka jika Jieun memiliki sebuah penyakit.
Miura sampai didepan gedung menjulang tinggi berwarna putih
itu, sebuah rumah sakit yang katanya digunakan Jieun untuk check up. Tak
menunggu lama ia pun langsung berjalan kearah resepsionis. Bertanya pada yeoja
yang berpakaian serba putih.
“Permisi”
“Ya ? ada yang bisa saya bantu ?”
“Saya mencari pasien bernama Jieun”
“Maaf tuan, tapi banyak yang bernama Jieun disini, apa anda
tahu nama lengkapnya ?”
Bodoh, itulah Miura, ia bahkan tidak tahu nama lengkap gadis
itu. Terlalu terpukau dengan pesonanya dan melupakan hal kecil yang penting
seperti nama lengkap.
“Sa saya tidak tahu”
“Oh kalau begitu saya benar-benar minta maaf, saya tidak
bisa membantu” Miura hanya mampu menghela nafas, seperti itik bodoh yang
kehilangan ibunya. Berbalik dan berjalan keluar gedung rumah sakit, tapi-
Namja jepang itu mengernyit saat menyadari sesuatu. Bukankah
ini rumah sakit tempat kakak tirinya dirawat ? kenapa ia sebodoh ini ? iya
betul, ini adalah rumah sakit tempat kakak tirinya dirawat dan- Leukimia ? itu
penyakit yang diidap kakak tirinya juga kan ? mungkin Miura bisa bertanya pada
kakak tirinya, siapa tahu ia mengetahui sesuatu tentang Jieun.
<<>>
“Noona”
“Oh kau datang ?”
“Ne, aku membawakan buah untukmu” Miura meletakan keranjang
buah yang ia beli beberapa menit lalu, tidak mungkin ia langsung bertanya pada
kakaknya tentang Jieun, setidaknya ia harus terlihat perduli pada kakak tirinya
itu.
“Bagaimana ? apa sudah ada kemajuan ?”
Yeoja bernama Kim In Jung itu hanya tersenyum lemah.
“Dokter bilang aku boleh pulang satu Minggu lagi”
“Syukurlah”
“Bagaimana harimu disini ?”
“Menyenangkan, tentu saja”
“Kau terlihat kacau ?”
“Ahaha benarkah ?”
“Ada yang ingin kau tanyakan padaku ?” Miura menghembuskan
nafas, menarik kursinya lebih dekat dengan ranjang kakak tirinya itu.
menceritakan tentang Jieun, sejak pertama bertemu, menghabiskan waktu bersama
dan sampai gadis itu menghilang seperti sekarang.
“Jieun ?” Miura mengangguk.
“Aku benar-benar tidak tahu harus mencarinya kemana lagi
kak”
“Apa nama lengkapnya Lee Jieun ?”
“Aku tidak tahu”
“Apa ia memiliki postur tubuh tidak terlalu tinggi, memilki
rambut dibawah bahu dan memiliki mata yang indah ?”
Miura mengernyit, dari mana kakaknya tahu ?
“Benar ! apa kakak mengenalnya ?” In Jung hanya tersenyum
diwajah lemahnya.
<<>>
“Apa seperti ini sikapmu sebenarnya ?”
Gadis itu menoleh, sedikit terkejut saat namja yang belum
lama dikenalnya mulai mendudukan diri dikursi yang sama. Jieun- gadis itu hanya
menunduk menatap rerumputan pendek ditanah yang dipijaknya.
“Kau tahu dari mana aku disini ?”
“Itu tidak penting, yang harus kau tahu aku seperti orang
bodoh yang kehilangan arah mencarimu, kemana kau pergi, dimana dirimu saat ini
dan banyak lagi”
“Mianhae”
“Kenapa kau tidak jujur padaku kalau kau sakit Jieun-ssi”
“Aku hanya tidak sanggup mengatakannya padamu, waktuku sudah
tidak banyak, dan aku senang sudah menghabiskan sisa waktuku bersamamu
Miura-ssi”
“Hanya itu ? lalu bagaimana denganku ? apa kau tidak perduli
dengan perasaanku ?”
“Maksudmu ?”
“Aku menyukaimu Jieun-ssi” Jieun seketika mendongak
memandang namja yang terlihat biasa saja padahal ia baru saja mengungkapkan
perasaannya.
“Maaf tapi aku tidak bisa”
“Kau tidak bisa karena waktumu hanya sebentar ?” Jieun
mengangguk pelan.
“Tapi apakah kau juga menyukaiku”
“Hanya orang bodoh yang tidak menyukaimu, karena itu pula
aku menghindarimu Miura-ssi”Entah mengapa jawaban dari mulut pucat itu membuat
Miura tersenyum.
Sisa waktu Jieun dihabiskan bersama Miura yang setiap hari
datang kerumah sakit. Kini Jieun jauh lebih terbuka, menceritakan bahwa ia
tidak memiliki keluarga. Ayahnya pergi meninggalkan keluarganya saat ia berumur
9 tahun dan ibunya sudah lama meninggal dengan penyakit yang sama. Jieun
mempunyai kakak perempuan yang sudah berkeluarga dan jauh darinya, Jieun tidak
bisa tinggal dengan kakaknya itu karena keadaan ekonomi kakaknya juga jauh dari
kata cukup. Jieun sendiri dikota ini, ia mengamen dan mengumpulkan uang untuk
biaya pengobatan dan biaya hidupnya.
Membayangkan betapa beratnya menjadi Jieun kadang Miura
ingin sekali menangis. Ia tahu namja pantang untuk menangis tapi melihat begitu
tegarnya gadis itu menjalani hidup membuat nuraninya tersentuh. Seperti kilauan
mutiara dibalik laut yang keruh, Miura tidak akan menyesal telah jatuh cinta
pada gadis seperti Jieun, ia tahu itu tidak akan lama karena sisa waktu Jieun
tapi selama gadis itu masih hidup sebanyak mungkin ia akan membuat kenangan
bersamanya.
<<>>
Air mata mungkin tidak mengalir tapi jauh dilubuk hatinya,
ada sesautu yang paling menyakitkan lebih dari sekedar mengeluarkan air mata.
Hanya memandang kosong pada gundukan tanah basah yang masih baru itu, taburan
bunga mawar putih Miura sebarkan dimakam Jieun. Berdiri begitu lama saat semua
pelayat telah beranjak meninggalkan pemakaman.
“Senang bisa mengenalmu Jieun-ssi” meletakan satu tangkai
mawar terakhir sebelum meninggalkan makam Jieun yang setelahnya turun
tetes-tetes air hujan. Seakan alam pun ikut berbela sungkawa atas hilangnya
gadis dengan suara surga itu.
Senyuman itu akan selalu Miura ingat, tawa dengan mata sabit
itu tak akan pernah terlupa, Seperti kilauan yang memberikan cahaya pada dunia
yang begitu kejam. Seperti itu pula Miura bisa mendreskripsikan sosok seorang
Lee Jieun.
The end
Hei readers, ni ff terinspirasi dari film jepang Taiyou no uta. suer, tuh film menyedihkan tapi keren yang diperanin sama Yui >,< lagu-lagunya keren2 semua. Ya udah cuma gitu aja, makasih bagi yang udah baca :)
yahhh kok sad ending sihhh thorr haruma miura ini yang main film kimini todoke bukan ya thor
ReplyDeletekayak pernah liat gtu soalnya heeheheh # sok tau
tapi tetep bagus kok thor ff nya
Iya bener, admin suka ma dia sejak nonton kimini todoke. Jadilah sampe bikin ffnya.
Delete