Cast : Xi Luhan, Lee
Jieun.
Genre : NC 17, drama,
mistery.
Length: Oneshoot
Seperti biasa aku membersihkan wajahnya, aku mengusapkan
pelan kain basah diwajah mulusnya. Dia hanya diam, pandangannya kosong, ia
seorang pangeran. Ia sudah terbiasa dengan banyak pelayan saat ia mandi. Tapi
seperti biasa juga detak jantungku memompa dengan cepatnya saat membantunya
mandi. Hanya ada aku dan seorang yeoja yang lebih tua dariku lima tahun, aku
memanggilnya Min Ah eonni. Ia, pangeran yang diam-diam kusukai merebahkan
kepalanya sembari menutup mata, seakan memberiku akses untuk membersihkan
bagian lehernya. Dengan hati-hati aku mencoba menetralkan detak jantungku yang
sedari tadi berdegup semakin kencang. Tanganku beralih pelan menuju dahinya.
Greepp ... tangannya menghentikan gerakanku.
“Cukup, keluarlah“ titahnya, kami membungkuk dan keluar
seperti permintaannya.
Setibanya didapur, aku menghembuskan nafas ku sembari
memegangi dadaku. Aku mencoba menghirup udara sebanyak yang kubisa.
“Omo aku bisa serangan jantung jika setiap hari begini”
gumamku.
“Pasti sangat tersiksa menyembunyikan perasaan dari orang
yang disukai” ujar min ah eonni. Ia salah satu sahabat terbaik ku di istana
ini, ia juga tahu tentang perasaan ku pada pangeran Luhan. Aku mengangguk
pelan.
“Hilangkan” seketika aku mendongak, ia tahu betul aku sangat
menyukainya, namun apa maksudnya dengan kata ‘hilangkan?’.
“Kau tahu Jieun, kita hanya seorang pelayan yang tak
sederajat dengannya, kita dan dia berbeda kasta, jika raja tahu matilah kau”
tambahnya. Lagi, aku menunduk lesu. Aku sadar betul dengan posisiku tapi cinta
sangatlah sulit untuk dikendalikan. jika aku bisa, dari awal aku membuang
perasaan ini tapi nyatanya aku malah semakin mencintainya.
Aku berjalan lemas mengambil kain lap, aku tak ingin
membahasnya lagi karena hanya akan membuat ku semakin sakit hati. Disalah satu sudut
koridor diistana ini, aku membersihkan beberapa koleksi kristal pangeran. Aku
mengelapnya tak bersemangat. Tiba-tiba PRANGG.. salah satu dari kristal itu
jatuh berantakan.
Aku kaget, seakan kembali semua akal yang tadi melayang
entah kemana.
“Omo aku bisa mati” aku membersihkan sisa-sisa pecahan
kristal yang bersebaran dilantai.
“K kau ... “ tubuhku mematung, aku tahu benar suara itu.
“Yaaakk kau.. berani-beraninya memecahkan kristal
kesayanganku !!” aku memejamkan mata, aku takut, sungguh kali ini sangat takut.
Suara itu, suara pangeran Luhan, terdengar sangat penuh dengan emosi. Masih
dengan posisi ku terduduk dilantai, aku hanya bisa menunduk, tak berani menatap
wajahnya yang mungkin kini diselimuti amarah.
“Jeoseonghamnida Panger-“
“Yaaakk diam, siapa yang menyuruhmu berbicara ?!” lagi,
dia berteriak dengan kencangnya. Aku
hanya bisa menunduk, semakin dalam. Pangeran Luhan terdengar menghembuskan
nafasnya kasar.
Mungkinkah aku akan
dipecat ? Ah itu masih terdengar baik dari pada aku dihukum cambuk hanya
gara-gara sebuah kristal. Tapi mungkin sebuah kristal baginya lebih berharga
dibanding nyawa seorang pelayan rendahan sepertiku.
“Kau ikut aku” dia berjalan menjauhiku. Aku mendongak
seketika itu dia juga berbalik.
“Yaaakk kau tuli, ikut aku !” mata kami berpandangan
langsung tanpa sengaja. Ini pertama kalinya, aku memandang matanya langsung.
Aku segera menunduk kembali sembari beranjak mengikutinya.
Haahh aku rasa aku
akan dimakinya habis-habisan, aku hanya bisa pasrah. Seorang sepertiku bisa
berbuat apa ?
Aku masih mengikutinya, kurasa ia akan membawaku menuju
kamarnya, aku hafal betul seluk beluk istana ini. Aku jauh tertinggal,
langkahnya cepat menyiratkan amarahnya. Dengan beberapa pelayan dibelakangnya
ia berjalan dengan angkuh.
“Kalian tunggu diluar !” ujarnya pada pelayan yang sedari
tadi mengikutinya.
“Kau ikut aku” suruhnya padaku. Jantungku semakin berdebar
karena dua hal, yang pertama aku sangatlah takut akan apa yang akan terjadi,
dan yang kedua, ini pertama kalinya aku berada diruangan yang sama dengannya
tanpa ada orang lain. Pikiranku terlalu jauh, sudah dipastikan ia akan
menghukum ku kan ?.
Dia duduk disalah satu kursi santainya. Ia mengibaskan jubah
belakangnya kasar. Aku masih menunduk. Kedua tanganku mengait satu sama lain,
bergerak gelisah.
“Berlututlah” aku menyetujui permintaannya tanpa penolakan.
“Kau, siapa namamu ?” tanyanya, kini suaranya tak sekencang
tadi.
“Nama hamba Lee Jieun, pangeran” ucapku lumayan lirih.
“Kau tidak ingin ku hukum kan atas kecerobohanmu?”
“Ne pangeran, hamba minta maaf, hamba mash ingin bekerja
disini”
“Baiklah asal kau mau menurutiku”
“Ne pangeran, apapun akan saya lakukan asalkan saya tidak
dipecat atau dihukum”
“Kau, kau masih perawan kan ?” mataku mengerjap beberapa
kali, aku tak salah dengar kan?. Apa maksudnya dengan pertanyaannya itu?. Aku
masih terdiam, aku ingin menjawab tetapi aku takut salah mendengar pertanyaan
nya tadi dan memberikan jawaban yang salah pula.
“Yaaakk jawab !!” suara itu lagi-lagi mengagetkanku.
“N ne. Pangeran, hamba ... hamba masih perawan” aku sedikit
sungkan mengatakan hal-hal seperti ini. Aku masih menunduk. Namun mataku
bergerak kesana-kesini gelisah. Keringat mulai mengucur bebas didahiku.
Tanpa Jieun sadari Pangeran Luhan menyeringai.
“Ulurkan tangan kananmu” aku masih bingung.
“Yaakk haruskah aku berteriak lagi !” dengan sedikit gugup
aku mengulurkan tanganku. Ia meraihnya cepat dan menyingkap lengan bajuku. Aku
masih menunduk tak berani memandangnya, ah tangannya terasa begitu dingin, apa
ia demam ?
Tiba-tiba pergelangan tanganku merasakan seperti ada dua
jarum yang menusuknya, perih sangat perih. Aku mencoba mendongak tetapi
pangeran Luhan menahan kepalaku dengan tangan kirinya. seakan menyuruhku untuk
tetap menunduk.
Apa sebenarnya yang
sedang ia lakukan ?
Aku menjadi semakin lemas, aku tak bisa bertahan lagi.
Pandangan ku buram dan brukk .. semuanya terasa gelap.
***
Aku terbangun, argh kepalaku terasa berat, aku mengerjap
pelan. Ada min ah eonni disana. Ia memandangku penuh cemas. Aku melihat
tanganku, tak ada bekas atau luka apapun disana, aku ingat benar, kemarin ada
rasa nyeri saat aku menyerahkan pergelangan tangan ku pada pangeran Luhan,
entah apa yang ia lakukan. Namun sekarang tak ada sama sekali luka ataupun
lebam disekitar pergelangan tanganku.
“Gwenchana .. ?” tanya eonni.
Aku mengangguk lemas.
“Apa yang terjadi dengan mu ?”
Aku menggeleng pelan.
“Kau tidak tahu ya ?”
“Tahu apa?”
“Gosip yang dulu pernah aku ceritakan”
“Ah tentang pangeran Luhan seorang penghisap darah” Min ah
eonni mengangguk antusias.
“Tidak ada hal-hal seperti itu eonni” aku membantah
gosip-gosip seperti itu.
“Mungkin saja kau telah dihisapnya sampai kau pingsan”
Aku termenung, memikirkan perkataan min ah eonni. Aku tak
tahu pasti apa yang pangeran Luhan lakukan padaku kemarin. Namun benarkah gosip
itu, ia seorang penghisap darah?
“Ah molla... aku lelah eonni, hari ini bolehkah aku
istirahat saja?”
Min ah eonni mengangguk “Ne aku akan bilang kepada kepala
pelayan kalau kau izin”
“Istirahat lah yang
cukup, aku keluar dulu”tambahnya.
Lagi, aku merebahkan tubuhku. Memang aku pernah mendengar
hal-hal aneh seputar Pangeran Luhan, dulu banyak gadis-gadis muda yang bekerja
diistana ini dan mereka hilang satu persatu tanpa diketahui sebabnya, seakan
dengan sengaja menyembunyikan hilangnya para gadis itu. Tapi kenapa aku masih
sadar? Mungkin jika benar pangeran Luhan menghisap darahku, aku sudah tak
bernyawa dan hilang seperti gadis-gadis pelayan itu.
Aku beranjak, aku ingin cuci muka untuk menyegarkan diri.
Aku membasuh wajahku. Aku beranjak menuju cermin, kuusap wajahku pelan
menggunakan handuk. Kenapa wajahku pucat sekali, seakan tak makan selama
seminggu. Ah dan bahuku terasa panas, aku menyingkapkan sedikit baju dibahuku.
Dan apa itu ? sebuah tanda? Seperti tatoo, tapi aku tak pernah memiliki tatoo
atau tanda lahir seperti itu sebelumnya. Tangan ku perlahan mencoba meraba
tanda itu, aku ingin memegangnya namun belum sempat mengusapnya, lagi, bahuku
terasa panas.
***
“Dia masih hidup Pangeran” ujar salah seorang pelayan, Luhan
menyeringai. Dari sekian banyak gadis yang telah ia hisap darahnya, hanya Jieun
yang masih bisa bertahan? ini diluar dugaannya.
“Baiklah keluar kalian” pelayan yang melaporkan bahwa Jieun
masih hidup itupun keluar setelah sebelumnya membungkuk hormat.
Luhan memutar-mutar gelas berisi wine ditangannya, kini
pikirannya hanya tertuju pada Jieun. Luhan semakin penasaran, kenapa Jieun tak
mati setelah dihisapnya? Mungkinkah ia ditakdirkan menjadi pedamping Luhan ?
Luhan beranjak, ia ingin melihat gadis itu. Luhan berjalan
santai menyusuri lorong-lorong istananya. Semenjak umur 12 tahun ia diasingkan
disini. Ayahandanya tak ingin dunia luar mengetahui bahwa ia mempunyai putra
seorang penghisap darah. Luhan menjadi aib baginya. Ayahnya menikah dengan
seorang penyihir dan lahirlah Luhan, ayahnya tak mengetahui ternyata ia menikah
dengan seorang penyihir. Dan akhirnya disinilah Luhan sekarang, diasingkan diistana
yang berada jauh dari istana ayahnya.
Luhan menemukannya, ia memperhatikan dengan seksama wanita
yang telah dihisap darahnya itu. Wanita itu tampak pucat, namun masih bisa
menggerakan tangannya mengusap-usap debu disekitar lukisan-lukisan tua yang terpajang
disebuah ruangan. Luhan perlahan berjalan mendekati Jieun. Ada beberapa pelayan
yang bersama Jieun dan menyadari kehadiran Luhan, Luhan menggerakan jarinya
menyuruh mereka pergi. Berbeda dengan Jieun, sepertinya ia tak menyadari
kehadiran Luhan dan masih fokus dengan pekerjaannya.
Luhan mencoba berdehem, Jieun langsung berbalik. Ia sempat
terkejut karena hanya tinggal ia seorang diri disini tak ada pelayan lain yang
tadi bersamanya. Ia menyadari Luhan memandanginya terus menerus, ia segera
membungkuk.
“Adakah yang anda perlukan dariku Pangeran?” tanya Jieun
masih dengan sikap membungkuk.
Luhan sekali lagi berdehem, ia jadi merasa bingung. Tidak
ada yang ia perlukan dari Jieun, ia hanya ingin menemui wanita itu. Entah
kenapa ia jadi seperti itu.
“K kau, apa kau baik-baik saja?” tanya Luhan kikuk. Jieun
sontak menegakan kepalanya memandang Luhan. Ia tak salah dengar kan ? namun
beberapa detik kemudian ia menunduk lagi karena mendapat pandangan tak suka
dari Luhan.
“Sa saya baik-baik saja pangeran, setelah hari itu, saya
istirahat beberapa hari. Jika boleh saya tahu apa sebenarnya yang anda lakukan
pada saya?” Dengan jantung berdebar kencang, Jieun memberanikan diri bertanya
seperti itu. Ia sungguh penasaran, apalagi ada tanda aneh dibahunya setelah
kejadian itu.
“Ya yaakk kau .. berani-beraninya kau lancang. Siapa yang
membolehkanmu bertanya seperti itu padaku ?!” Luhan sedikit berteriak, ia bukan
marah ia hanya bingung. Ia tidak mungkin memberitahu Jieun bahwa ia seorang
monster penghisap darah.
Jieun semakin menunduk, kakinya mulai bergetar. Ia merutuki
dirinya sendiri yang dengan berani bertanya hal-hal yang dapat membahayakannya.
“Jeo Jeoseonghamnida pangeran. Saya tidak akan mengulanginya
lagi” Luhan beranjak pergi meninggalkan
Jieun yang masih setia menunduk. Luhan
menghembuskan nafasnya kasar, baru semenit yang lalu ia merasa senang melihat
gadis itu namun kenapa gadis itu selalu membuatnya tak nyaman ?
Jieun menghembuskan nafasnya lega setelah mendengar derap
langkah Luhan menjauh.
Ini aneh, tidak
biasanya pangeran pergi begitu saja, ia biasanya akan langsung menghukum
pelayan yang membuatnya marah atau tidak suka.
Ah harusnya kau
bersyukur Jieun, bukan malah berfikir aneh-aneh.
Jieun kembali meneruskan tugasnya.
***
“Jieun kau dipanggil pangeran?”
“Mwo malam-malam begini ? aku kan bertugas siang hari, omo
aku lelah eonni” Jieun mengeluh, setelah seharian ia mondar-mandir kesetiap
sudut istana, kini ia harus bekerja lagi ?
“Hei, bukankah ini keuntungan untukmu, kau akan semakin
dekat dengannya” goda Min ah dengan
senyuman misteriusnya.
“Isshh eonni, perasaanku mulai menghilang, entahlah, mungkin
karena ia selalu membentak ku akhir-akhir ini”
“Chh .. kau baru sadar. Dari dulu kemana saja, ia memang
orang yang seperti itu. Tapi baguslah, hilangkan, selagi kau bisa” Jieun
mengangguk, ia pun bersiap dan beranjak menuju ruangan Luhan.
Jieun mengetuk pelan pintu kamar Luhan, dua orang pelayan
membukakan pintu untuknya. Dengan kepala tertunduk Jieun memasuki kamar Luhan,
ada beberapa pelayan disana dan tentunya si pangeran angkuh sedang asyik
menyesap wine nya. Luhan memandang tajam Jieun.
“Pakaikan gaun yang tadi kupilih untuknya” titahnya. Jieun
hanya mengernyit. Gaun apa? Untuk apa Luhan memintanya memakai gaun ?
Masih dengan pikiran-pikirannya, Jieun dituntun oleh para
pelayan untuk mencoba beberapa gaun dan merias dirinya. Setengah jam kemudian,
Jieun keluar dengan gaun malam yang mempesona, ia masih tampak risih dengan
gaun yang disebutnya belum jadi itu. Lekukan tubuhnya banyak terekspos. Luhan
memandang dengan takjub, ia tahu Jieun akan tampak luar biasanya jika ia
mendandaninya.
“Semuanya keluar” perintah Luhan. Semua nya membungkuk
begitu juga Jieun hendak keluar.
“Kecuali kau, pelayan pemecah kristal” Jieun berhenti. Ia
tahu betul, siapa yang dimaksud Luhan.
“Duduklah” Jieun masih terdiam, ia belum pernah duduk satu
meja dengan keturunan raja seperti Luhan.
“Haruskah aku berteriak agar kau mengerti ?” Luhan mulai
geram, namun ia menahan emosinya. Dengan
ragu Jieun duduk dihadapan Luhan.
“Tegakan kepalamu” Jieun menuruti semua yang diperintahkan
junjungannya itu. Luhan menyeringai, wajah Jieun terlihat sempurna, ditambah
sinar rembulan yang yang memantul kearah wajahnya. Jieun hanya diam, ia tak
tahu harus bagaimana. Perasaan itu muncul lagi, padahal ia mulai
menghilangkannya. Berbagai pertanyaan muncul dibenaknya. Kenapa ia didandani
seperti ini? Dan apa maksud semua ini ?
“Aku akan menceritakan semuanya, kau ingin tahu kan, apa
yang sebenarnya terjadi denganmu waktu itu ?”
Jieun masih terdiam, ia takut
perkataannya tidak disukai Luhan lebih baik ia diam.
“Semua gosip yang beredar, semua itu benar” ujar Luhan
kemudian.
“Aku seorang penghisap darah dan aku diasingkan disini, aku
bukan dikirim untuk memimpin wilayah tandus ini, mereka sengaja mengasingkanku”
lagi, Luhan memutar-mutar gelas berisi wine ditangannya.
Perasaan Jieun bercampur aduk, antara percaya tidak percaya.
“Waktu itu, aku menghisap darahmu, tepat dipergelangan
tanganmu, tapi anehnya kau tidak mati”
Jieun dengan perlahan membalikan tangannya, ia menatap
pergelangan tangannya.
“Tidak akan ada tanda disana, itulah kelebihanku” Luhan
seakan tahu maksud dari sikap Jieun.
“Aku sudah mengatakan semuanya. Kau puas ? mungkin kau akan
menyesal, mungkin kau berfikir agar tak perlu mengetahui ini semua”
Jieun mulai berani menatap Luhan, ia melihat Luhan dengan
ekspresi yang sulit diuangkapkan. Luhan hanya tersenyum remeh dan kembali
menyesap wine nya.
“Tapi pangeran, apa
maksud semua ini? Kenapa aku tidak mati seperti korban-korban mu sebelumnya ?”
“Kau tahu, malam ini malam apa?” Jieun menggeleng, bukan itu
jawaban yang ingin ia dengar.
“Lihatlah keluar jendela, lihat baik-baik, kau akan tahu apa
yang berbeda”
Jieun memandang keluar jendela, ia hanya melihat bulan,
bulan yang perlahan-lahan mulai penuh
dan Jieun tampak terkejut bulan itu mulai bersemu merah.
“Benar, malam ini adalah munculnya blood moon” Jieun masih
belum mengerti.
“Didalam sebuah buku dijelaskan, jika aku menemukan
pendampingku, aku harus menghabiskan malam bersamanya saat blood moon dan aku
akan terbebas dari kutukan ini, kutukan yang membuatku menjadi seorang
penghisap darah”
“Ja jadi maksud pangeran akulah pendampingmu itu?”
“entahlah” jawab Luhan enteng.
“Aku pernah menghisap darahmu dan kau baik-baik saja mungkin
itu pertanda”
Jieun mulai merasa tak nyaman dengan semua ini, itu artinya
ia akan disini, dikamar ini bersama Luhan menghabiskan malam. Ia memang sangat
ingin bisa memiliki Luhan namun itu hanya dibayangannya dan sekarang saat
semuanya menuju kenyataan, ia malah tidak siap.
“Dan apa akibatnya jika saya bukanlah pendamping yang
pangeran maksud?”
“Kau kan mati mengenaskan penuh memar esok hari” Jieun
seketika memegangi dadanya yang mulai berdebar kencang.
Dengan secepat kilat Luhan mengecupi leher Jieun dari
belakang, Jieun bergidik bercampur antara takut dan tegang karena sentuhan
Luhan. Ia tak bisa menyembunyikan ketakutannya saat menemukan dirinya mungkin
sudah tak bernyawa esok hari. Tapi kenapa ia juga menyukai sentuhan ini,
sentuhan dari lelaki yang selama ini dikaguminya. Semuanya seakan berperang
diotak Jieun.
“Aku tahu kau menyukaiku” bisik Luhan yang membuat Jieun
lagi-lagi menegang. Luhan menyeringai, ia kembali mengecupi leher Jieun dan
sedikit beralih menuju bahu Jieun, Luhan sempat tercengang menyadari tanda aneh
dibahu Jieun, lagi-lagi ia tersenyum miring. Puas dengan leher dan bahu Jieun,
dengan mudah Luhan membopong Jieun dan
menghempaskannya diranjang besarnya.
Ringan sekali yeoja
ini pikir Luhan.
“Pangeran..” Jieun tak bisa munafik, ia sangat mendamba-dambakan
moment seperti ini dengan lelaki pujaannya itu, desahan keluar begitu saja.
Mungkin sekarang ia rela jika esok ia akan ditemukan dengan jasad tak bernyawa
asalkan malam ini bisa ia habiskan dengan Luhan.
“Panggil namaku sayang ..”
“Aaahh Luhan ..” Luhan seakan mendapatkan semangat, ia
melakukan aktifitasnya dengan bernafsu. Ia sudah berpengalaman, semua wanita
yang telah ia tiduri semuanya mati. Tapi apakah Jieun juga akan mati ?
entahlah, lihat saja besok.
***
Luhan memandang matahari terbit dari balik jendelanya,
semuanya tampak kacau namun tidak dengan raut wajahnya, wajahnya terlihat
berseri.
Jieun menggeliat pelan, ia membuka matanya perlahan.
Beberapa menit ia masih terdiam berusaha mengumpulkan nyawanya.
“Aku masih hidup” gumamnya lirih.
“Itu artinya ... “ jieun menggantung perkataannya. Matanya
beralih pada sosok namja yang tengah berdiri membelakanginya.
Omo tadi malam, aku
bersamanya. Aku harus menyesal atau bahagia ?
Jieun mencoba bangkit, ia tidak ingin Luhan tahu. Ia
menapakan kakinya nyaris tak bersuara, ia melilitkan selimut ditubuhnya karena
tak sehelai benang pun dipakainya. Namun semua itu sia-sia ketika Luhan
berbalik kearahnya, seakan terpergoki, Jieun langsung membungkuk tunduk.
“Jeo Jeoseonghamnida pangeran ,, tadi malam saya ..”
“Tadi malam ? memang apa yang terjadi tadi malam?” Luhan
menahan tawanya, ia ingin menggoda Jieun, ia tahu Jieun orangnya, orang yang
akan membebaskannya darri kutukan itu, ia melihat tanda itu. Tanda yang
jelas-jelas akan menjadi pendamping Luhan nantinya.
Jieun semakin gugup, rambutnya berantakan tak karuan, ia
terlihat kacau sekarang.
“I itu ... jeoseonghamnida pangeran” lagi-lagi Jieun hanya
bisa meminta maaf. Greepp, Luhan menarik Jieun dalam pelukannya.
“Gomawo, gomawo sudah mematahkan kutukan itu, sekarang aku
manusia sama seperti mu .. gomawo Lee Jieun. Dan mau tidak mau kau akan menjadi
ratuku” Jieun tak mampu menyembunyikan kebahagiannya, apakah Luhan tengah
melamarnya sekarang ?
Luhan menatap Jieun intens, ia mendekat dan mencium Jieun.
Lumatan-lumatan kecil menghiasi pagi mereka, tanpa sehelai benang menutupi
tubuh Jieun, kini Luhan bisa merasakan hangatnya mentari pagi. Namun Luhan tak
menyadari sesuatu, kutukan itu berpindah kepada Jieun, bibir Luhan berdarah,
namun Jieun justru menikmati setiap darah yang menempel dibibirnya itu,
lidahnya lihai menjilati setiap darah disudut bibirnya. Jieun menyeringai dan
saat itulah ia menampakan taringnya.
“Ji Jieun ... “
Fin~
#Gaje yahh hahaha ... (ketawa gaje -_-)
whattt...
ReplyDeletekeren thor hehe
btw,knpa aq mah sulit bgt buat nulis 1 ff z
aq envy ma km XD
hehe makasih .. banyak"in bca buku sma nonton film wid, pasti bisa kok
Deletehwaiting :)
ahh kok bsa sih kutukanny pindah k jieun thor
ReplyDeleteahh ga hbis fikir, tp tetep keren ffny :D
ah bisa" aja kan gmn author hehe .. makasih udh komen :)
Delete